Akhthab Kharazmi juga
meriwayatkan hadis ini di dalam kitab al-Manaqib —dia juga termasuk dari ulama
Anda— dari Muadz bin Jabal yang berkata, "Rasulullah saw telah bersabda,
'Wahai Ali, aku mengunggulimu dengan kenabian, karena tidak ada nabi
sepeninggalku; namun kamu mengungguli manusia dengan tujuh hal, yang tidak ada
seorang pun dari bangsa Quraisy yang mendebatmu tentang hal itu: kamu adalah orang
yang pertama kali beriman kepada Allah di antara mereka, orang yang paling
menunaikan perintah Allah dan perjanjian dengan-Nya, orang yang paling rata di
dalam pembagian, orang yang paling adil kepada rakyat, orang yang paling tahu
tentang permasalahan dan orang yang paling besar keutamaannya di sisi Allah
pada hari kiamat."[252]
Penulis kitab Kifayah
ath-Thalib, yang merupakan salah seorang dari ulama Anda berkata, "Hadis
ini hadis hasan yang tinggi, dan al-Hafidz Abu Na'im meriwayatkannya di dalam
kitab Hilyah al-Awliya."[253]
Yohanes berkata,
"Wahai para pemimpin Islam, hadis-hadis yang sahih ini yang diriwayatkan
oleh para Imam Anda, dengan jelas mengatakan kelebih-utamaan dan kelebih-baikan
Ali atas seluruh manusia. Lantas, apa dosa kaum Rafidhahl Sesungguhnya ini
adalah semata-mata dosa dari para ulama Anda dan orang-orang yang meriwayatkan
dengan tidak benar serta membuat-buat kebohongan atas Allah dan
Rasul-Nya."
Mereka berkata,
"Wahai Yohanes, sesungguhnya mereka tidak meriwayatkan dengan tidak benar,
dan juga tidak membuat-buat kebohongan, hanya saja hadis-hadis ini mempunyai
takwil dan pertentangan."
Yohanes berkata,
"Takwil yang mana yang dapat diterima terhadap hadis-hadis yang ditujukan
secara khusus kepada manusia tertentu. Karena nas hadis-hadis ini secara
eksplisit mengatakan bahwa Ali lebih baik dari Abu Bakar, dan ini tidak dapat
ditakwilkan kecuali jika Anda mengeluarkan Abu Bakar dari kelompok manusia.
Kalaupun seumpamanya kita menerima bahwa hadis-hadis ini tidak menunjukkan
kepada makna di atas, namun coba beritahukan kepada saya mana di antara mereka
berdua yang paling banyak berjihad?"
Mereka menjawab,
"Ali."
Yohanes berkata,
"Allah SWT telah berfirman, 'Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.' (QS. an-Nisa: 95)
Bunyi nas ini begitu
amat jelas."
Mereka berkata,
"Abu Bakar juga seorang mujahid. Maka Oleh karena itu, tidak harus Ali
lebih utama dari Abu Bakar."
Yohanes berkata,
"Jihad yang lebih sedikit apabila dibandingkan kepada jihad yang lebih
banyak, maka dianggap duduk. Kalaupun seumpamanya maknanya demikian, lantas apa
yang dimaksud oleh Anda dengan 'orang yang lebih utama'?"
Mereka menjawab,
"Yaitu orang yang terkumpul pada dirinya berbagai kesempurnaan dan
keutamaan, baik yang berupa bawaan maupun yang diperoleh karena jerih payah
usaha, seperti kemuliaan asal-usul, keilmuan, kezuhudan, keberanian, dan
sifat-sifat lainnya yang merupakan cabang dari sifat-sifat ini."
Yohanes berkata,
"Seluruh keutamaan ini ada pada diri Ali as, dalam bentuk yang lebih baik
dibandingkan yang lainnya."
Yohanes berkata,
"Adapun dari segi kemuliaan asal (nasab), dia adalah putra paman
Rasulullah saw, suami dari putrinya dan ayah dari kedua cucunya.
Adapun dari sisi
ilmu, Rasulullah saw telah bersabda, 'Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah
pintunya.'[254] Akal dapat memahami bahwa seseorang tidak dapat mengambil
manfaat sedikit pun dari sebuah kota kecuali jika dia mengambil dari pintunya.
Sehingga dengan begitu maka jalan untuk mengambil manfaat dari Rasulullah saw
hanya melalui Ali as. Ini adalah kedudukan yang tinggi. Rasulullah saw juga
telah bersabda, 'Orang yang paling mengetahui di antara kamu adalah Ali.'[255]
Kepadanyalah dinisbatkan seluruh permasalahan, berhentinya seluruh golongan,
dan berpihaknya seluruh kelompok. Dia adalah pemuka dan sumber keutamaan, serta
pemenang yang memenangkan arenanya. Setiap orang yang unggul di dalamnya
semuanya mengambil darinya, mengikuti jejaknya dan meniru contohnya. Anda tentu
telah mengetahui bahwa semulia-mulianya ilmu adalah tentang Ketuhanan. Ilmu ini
dikutip dari perkataannya, dinukil darinya dan bermula dari dirinya.
Sesungguhnya kelompok
Mu'tazilah, mereka itu adalah ahli fikir. Dari mereka inilah manusia belajar
tentang ilmu ini, dan mereka itu adalah murid-muridnya. Karena guru besar
mereka yang bernama Washil bin 'Atha adalah murid Abi Hasyim Abdullah bin
Muhammad ibn al-Hanafiyyah,[256] sementara Abi Hasyim Abdullah adalah murid
ayahnya, dan ayahnya adalah murid Ali bin Abi Thalib as.
Adapun kelompok
Asy'ari, mereka itu berakhir kepada Abu Hasan al-Asy'ari. Dia adalah murid dari
Abu Ali al-Juba'i, dan Abu Ali al-Juba'i adalah murid Washil bin 'Atha.[257]
Adapun kelompok
Imamiyyah dan Zaidiyyah, bermuaranya mereka kepadanya amat jelas sekali.
Adapun dalam bidang
ilmu fikih, dia itu adalah pokok dan dasarnya. Seluruh fakih di dalam Islam
menisbatkan diri mereka kepadanya.
Adapun Malik, dia
mengambil fikih dari Rabi'ah ar-Ra'y, sementara Rabi'ah ar-Ra'y mengambil dari
'lkrimah, 'lkrimah mengambilnya dari Abdullah, dan Abdullah mengambilnya dari
Ali.
Adapun Abu Hanifah
mengambil fikih dari Imam Ja'far ash-Shadiq as. Sementara Syafi’i adalah murid
Malik, dan Hanbali adalah murid Syafi’i.[258] Adapun tentang merujuknya para
fukaha Syi'ah kepadanya adalah sesuatu yang jelas sekali. Begitu juga tentang
merujuknya para fukaha dari kalangan para sahabat kepadanya adalah sesuatu yang
jelas, seperti Ibnu Abbas dan yang lainnya. Berikut ini adalah perkataan Umar
yang diucapkannya tidak hanya sekali, 'Aku tidak dilanda masalah selama masih
ada Abul Hasan.'[259] Umar juga mengatakan, 'Seandainya tidak ada Ali maka
celakalah Umar."[260]
Turmudzi telah
berkata di dalam kitab sahihnya, dan begitu juga al-Baghawi telah berkata dari
Abu Bakar, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang hendak melihat
kepada Adam di dalam keilmuannya, kepada Nuh di dalam pemahamannya, kepada
Yahya bin Zakaria di dalam kezuhudannya, dan kepada Musa bin Imran di dalam
kekuatannya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali bin Abi Thalib.'[261]
Baihaqi telah
berkata, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang hendak melihat
kepada Adam di dalam keilmuannya, kepada Nuh di dalam ketakwaannya, kepada
Ibrahim di dalam kesabarannya, kepada Musa di dalam kewibawaannya, dan kepada
Isa di dalam ibadahnya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali bin Abi
Thalib.'[262] Dialah yang telah menjelaskan hukuman meminum minum-an
keras,[263] yang telah memberikan fatwa berkenaan dengan seorang wanita yang
melahirkan pada usia enam bulan kandungannya.[264] Dialah yang telah
menyelesaikan pembagian uang dirham kepada pemilik adonan roti.[265] Dia juga
yang telah memerintahkan untuk membelah seorang anak menjadi dua bagian.[266]
Dialah yang telah memerintahkan untuk memenggal leher seorang hamba sahaya, dan
yang bertindak sebagai hakim pada kasus orang yang mempunyai dua
kepala."[267] Dia juga yang telah menjelaskan hukum makar (bughat),[268]
dan dia juga yang telah memberi fatwa berkenaan dengan seorang wanita yang
hamil karena zina.[269]
Salah satu di antara
cabang ilmu adalah ilmu tafsir. Manusia telah mengetahui kedudukan Ibnu Abbas
di dalam ilmu tafsir. Dia adalah murid Ali. Dia telah ditanya, 'Bagaimana
kedudukan ilmumu dibandingkan ilmu putra pamanmu?' Ibnu Abbas menjawab,
'Laksana setetes air hujan di lautan yang sangat luas.'"[270]
Salah satu cabang
ilmu yang lain adalah ilmu tarekat dan ilmu hakikat. Anda mengetahui bahwa
tokoh-tokoh ilmu ini yang ada di seluruh negeri Islam, mereka semua berakhir
kepadanya, dan berhenti di sisinya. Asy-Syibli, al-Hambali, Sirri as-Saqathi,
Abu Zaid al-Busthami, Abu Mahfudz, yang dikenal dengan sebutan al-Kurkhi, dan
yang lain-nya, dengan tegas mengakui hal ini. Cukup menjadi bukti bagi yang
demikian itu, sobekan-sobekan yang menjadi slogan mereka, dan mereka
menisbatkan sobekan-sobekan tersebut —melalui sanad mu'an'an— kepadanya, dan
mengatakan bahwa dialah yang telah menuliskannya.[271]
Di antara cabang ilmu
berikutnya adalah ilmu nahwu. Seluruh manusia telah mengetahui bahwa Ali as lah
yang telah menciptakannya. Dia telah mendiktekan berbagai kumpulan yang hampir
mendekati katagori mukjizat kepada Abul Aswad ad-Du`ali. Karena kemampuan
manusia biasa tidak cukup untuk dapat menghasilkan penemuan yang seperti ini.
Bagaimana bisa
memiliki sifat seperti ini seorang laki-laki yang manakala ditanya, apa arti
kata abban, dia berkata, 'Aku tidak akan mengatakan tentang Kitab Allah
berdasarkan pikiranku', dan memberikan putusan tentang bagian warisan yang
diterima kakek dengan seratus perkataan yang berbeda satu sama lainnya. Dia
mengatakan, 'Jika aku menyimpang maka luruskanlah, dan jika aku berada pada
jalan yang benar maka ikutilah aku.'[272] Apakah seorang yang berakal akan
membandingkan orang yang seperti ini dengan orang yang me-ngatakan, 'Tanyailah
aku sebelum kalian kehilanganku',[273] 'Tanyailah aku tentang jalan-jalan yang
ada di langit. Karena sesungguhnya demi —Allah— aku lebih mengetahui
jalan-jalan yang ada di langit dibandingkan jalan-jalan yang ada di bumi.' Ali
as juga berkata, 'Sesungguhnya di sini, sambil dia menunjuk ke arah dadanya,
terdapat ilmu yang banyak.' Dia juga mengatakan, 'Sekiranya terbuka tirai
penutup, tidak akan bertambah keyakinanku.'[274]
Adapun dalam masalah
zuhud, dia adalah penghulu orang-orang zuhud. Tidak pernah sekali pun dia makan
sampai kenyang. Dia adalah orang yang paling keras di dalam masalah pakaian dan
makanan.
Abdullah bin Abi
Rafi' berkata, 'Saya masuk menemui Ali bin Abi Thalib pada hari raya. Lalu dia
mengambil sebuah kantong tertutup yang berisi roti kering yang telah hancur,
kemudian dia pun memakannya.
Saya berkata, 'Wahai
Amirul Mukminin, kenapa Anda menutup kantong tersebut, padahal hanya berisi
roti yang telah kering ?'
Ali bin Abi Thalib
menjawab, 'Saya takut kedua anak saya akan membubuhinya dengan minyak atau
mentega.'"[275]
Pakaian yang
dikenakannya selalu bertambalkan kulit atau sabut. Kedua sendalnya terbuat dari
sabut. Dia biasa memakai pakaian yang kasar, dan jika kepanjangan, dia
memotongnya dengan pisau dan tidak menjahitnya kembali. Makanan yang dimakannya
hanya berbumbukan garam atau cuka. Kalaupun lebih dari itu, dia cukup
menambahkannya dengan tanaman hasil bumi. Kalaupun lebih baik lagi, dia hanya
menambahkan dengan sedikit susu unta. Dia tidak memakan daging kecuali hanya
sedikit. Dia berkata, 'Jangan engkau jadikan perutmu menjadi kuburan binatang',
meskipun demikian dia adalah manusia yang paling kuat dan paling kokoh.[276]
Adapun dari sisi
ibadah, dari dialah manusia belajar salat malam, dawam membaca wirid dan
melakukan ibadah-ibadah nafilah. Bagaimana pendapat Anda tentang seorang
laki-laki yang dahinya kapalan tidak ubahnya seperti lutut unta. Salah satu
bukti bagaimana dia begitu menjaga kewajiban agamanya, dia membentangkan tikar
sajadah yang terbuat dari kulit pada saat perang Shiffin. Dia tetap mengerjakan
salatnya pada saat anak-anak panah berjatuhan di hadapannya dan melewati kedua
telinganya. Dia tidak gentar, dan terus melanjutkan salatnya hingga selesai.
Jika Anda menyimak
dan memperhatikan berbagai doa dan munajatnya, serta melihat pengagungan Allah
yang terdapat di dalam doanya, dan begitu juga ketundukan akan kebesaran-Nya
dan kekhusyukan akan keagungan-Nya, niscaya Anda akan mengetahui betapa besar keikhlasan
yang terkandung di dalamnya. Imam Ali Zainal Abidin, setiap malamnya
mengerjakan salat sebanyak seribu rakaat, namun dia masih mengatakan, 'Aku
tertinggal apabila dibandingkan dengan ibadah Ali.'[277]
Adapun dalam masalah
keberanian, Ali bin Abi Thalib adalah tokohnya. Dia adalah seorang pemberani
yang tidak pernah lari dari medan perang, dan tidak pernah gentar menghadapi
sekelompok pasukan. Tidak ada seorang pun yang datang menantang kecuali pasti
dibunuhnya. Tebasan pedangnya hanya sekali tebasan, dan tidak memerlukan kepada
tebasan yang kedua.
Di dalam hadis
disebutkan bahwa pukulan-pukulan pedangnya ganjil.[278] Orang-orang musyrik,
jika melihat Ali di dalam medan peperangan mereka berwasiat kepada satu sama
lainnya. Dengan pedangnyalah bangunan agama menjadi kokoh, dan para malaikat
merasa kagum akan kehebatan serangan dan pukulan pedangnnya.
Di dalam perang
Badar, yang merupakan cobaan berat atas kaum Muslimin, Ali bin Abi Thalib
berhasil membunuh pahlawan-pahlawan Quraisy, seperti Walid bin 'Utbah, 'Ash bin
Sa'id, dan Naufal bin Khuwailid, yang menahan Abu Bakar dan Thalhah sebelum
hijrah. Rasulullah saw telah bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang telah
memperkenankan doaku berkenaan dengannya.'[279] Ali bin Abi Thalib terus
membunuhi pahlawan-pahlawan Quraisy satu demi satu, sehingga dia berhasil
membunuh setengah dari keseluruhan jumlah kaum musyrik yang terbunuh di perang
Badar, yang jumlah keseluruhannya sebanyak tujuh puluh orang. Sementara seluruh
kaum Muslimin yang lainnya, beserta tiga ribu malaikat, berhasil membunuh
setengah yang lainnya.[280] Di sini lah Jibril berkata,
'Tidak ada pedang
kecuali Dzul Fiqar, dan tidak ada pemuda kecuali Ali."[281]
Pada saat perang
Uhud, manakala kaum Muslimin tercerai berai dari Rasulullah saw, dan Rasulullah
saw dibanting ke tanah dan dipukuli dengan tombak dan pedang oleh orang-orang
musyrik, Ali as berdiri kokoh di hadapan Rasulullah saw sambil menghunus
pedang. Ketika Rasulullah saw melihat kepadanya, setelah siuman dari
pingsannya, Rasulullah saw bertanya, 'Wahai Ali, apa yang telah dilakukan oleh
kaum Muslimin?'
Ali bin Abi Thalib as
menjawab, 'Mereka telah melanggar sumpah dan telah lari dari medan peperangan.'
Rasulullah saw
berkata, 'Lindungi aku.' Maka Ali pun membuka kepungan mereka, dan menghadapi
sekelompok pasukan demi sekelompok pasukan musuh, sambil memanggil kaum
Muslimin, hingga akhirnya mereka kembali berkumpul. Jibril as berkata kepada
Rasulullah saw, 'Sungguh ini merupakan pembelaan. Para malaikat merasa kagum
dengan pembelaan yang dilakukan oleh Ali untukmu.'
Rasulullah saw
berkata, 'Tidak ada yang mencegahnya melakukan itu. Karena dia adalah bagian
dariku dan aku bagian darinya.'[282] Karena keteguhan Ali itulah akhirnya
sebagian kaum Muslimin kembali lagi, termasuk Usman, yang baru kembali setelah
tiga hari. Rasulullah saw berkata kepada Usman. 'Engkau pergi membawa
peringatan.'[283]
Pada perang Khandaq,
pada saat kaum musyrikin mengepung kota Madinah, sebagaimana yang dikatakan
oleh Allah SWT di dalam Al-Qur'an, '(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari
atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu
naik menyesak sampai ketenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
berbagai macam sangkaan' (QS. Al-Ahzab: 10), dan Amr bin Abdul Wudd berhasil
mendobrak parit kaum Muslimin, serta menantang duel kepada kaum Muslimin,
sementara tidak ada seorang pun dari kaum Muslimin yang berani menghadapinya,
maka tampillah Ali bin Abi Thalib dengan mengenakan sorban Rasulullah saw,
sementara tangannya menenteng sebilah pedang. Dengan cepat Ali bin Abi Thalib
memukulkan pedangnya kepada Amr bin Abdi Wudd, dengan sebuah pukulan pedang
yang menyamai amal perbuatan seluruh jin dan manusia hingga hari kiamat.[284]
Di mana Abu Bakar,
Umar dan Utsman pada saat itu?
Orang yang membaca
kitab peperangan karya al-Waqidi dan kitab sejarah karya al-Baladzari, niscaya
akan mengetahui bagaimana kedudukan Ali di sisi Rasulullah, dari sisi jihad dan
keberaniannya pada perang Ahzab, perang Bani Musthaliq, pada saat mengangkat
pintu benteng khaibar, dan pada saat perang khaibar. Peristiwa-peristiwa ini
merupakan peristiwa-peristiwa yang amat terkenal.
Abu Bakar al-Anbari
meriwayatkan di dalam kitabnya al-Amali, Ali duduk di sisi Umar di mesjid,
sementara di samping mereka banyak orang yang hadir. Pada saat Ali berdiri dan
meninggalkan majlis, salah seorang dari mereka yang hadir mengatakan bahwa Ali
itu sombong.
Umar berkata, 'Orang
sepertinya berhak untuk sombong. Kalau bukan karena pedangnya tidak akan tegak
berdiri pilar-pilar agama. Dia adalah orang yang paling mengetahui di antara
umat ini, dan paling mempunyai kedudukan.'
Orang itu bertanya
kepada Umar, 'Lantas, apa yang mencegah Anda darinya, wahai Amirul Mukminin?'
Umar menjawab, 'Tidak
ada yang kami tidak sukai darinya kecuali karena umurnya yang masih muda,
kecintaannya kepada Bani Abdul Muththalib, dan dia yang membawa surat
al-Bara'ah ke kota Mekkah.'
Ketika Ali bin Abi
Thalib mengajak Muawiyah untuk berduel hingga terbunuh salah seorang dari
mereka, guna menghentikan peperangan di antara umat, Amr bin Ash berkata kepada
Muawiyah, 'Laki-laki itu telah bertindak adil kepadamu.'
Muawiyah berkata
kepada Amr bin Ash, 'Belum pernah sekali pun engkau menipuku di dalam
memberikan nasihat kepadaku kecuali pada hari ini. Engkau menyuruhku untuk
berduel dengan Abul Hasan, padahal engkau tahu dia adalah seorang pemberani
yang perkasa? Aku lihat, tampaknya engkau menginginkan kekuasaan negeri Syam
sepeninggalku.'[285]
Orang Arab merasa
bangga apabila berhadapan dengan Ali bin Abi Thalib as di dalam medan
peperangan. Kabilah mereka merasa bangga apabila yang membunuh mereka adalah
Ali. Hal ini tampak jelas sekali dalam ucapan-ucapan mereka. Ummu Kultsum[286]
berkata berkenaan dengan terbunuhnya Amr bin Abdul Wudd,
'Seandainya pembunuh
Amr bukanlah pembunuhnya, niscaya aku akan menangisinya selamanya, dan sekejap
pun aku tidak mau hidup. Namun, pembunuhnya adalah orang yang tidak ada
tandingannya, yang ayahnya telah menganggapnya sebagai orang yang
terpandang.'[287]
Adapun tentang
kedermawanannya, dialah yang telah menyelesaikan puasanya hingga tiga hari
berturut-turut dengan menyedekahkan makanan untuk buka puasanya kepada
peminta-minta setiap malamnya. Hingga Allah SWT menurunkan ayat berkenaan
dengannya, 'Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?' (QS. Al-Insan: 1)
Kemudian dia
menyedekahkan cincinnya ketika ruku, maka turunlah ayat yang berbunyi,
'Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat dalam keadaan ruku.' (QS.
Al-Maidah: 55)
Dia juga bersedekah
dengan empat dirham, lalu Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi, 'Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidakpula mereka bersedih hati.' (QS.
Al-Baqarah: 274)
Dialah orang yang
menyiram kebun pohon korma dengan tangannya dan kemudian menyedekahkan uang
upah yang diperoleh darinya. Muawiyah bin Abi Sufyan, yang merupakan musuhnya,
manakala Mahjan adh-Dhibbi berkata kepadanya, 'Saya telah datang dari sisi
manusia yang paling kikir', mengatakan, 'Celaka engkau, apa yang engkau
katakan? Engkau mengatakan dia manusia yang paling kikir? Tidak, seandainya dia
mempunyai sebuah rumah yang terbuat dari lempengan emas dan sebuah rumah lagi
yang terbuat dari jerami, niscaya terlebih dahulu dia akan menginfakkan
rumahnya yang terbuat dari emas, sebelum rumahnya yang terbuat dari
jerami.'[288]
Dialah yang telah
mengatakan, 'Wahai kuning (emas), wahai putih (perak), bujuklah selain aku.
Jauhlah, jauhlah engkau dariku. Sesungguhnya aku telah memberimu talak tiga,
yang tidak ada kemungkinan untuk kembali.'[289]
Dialah yang telah
merelakan jiwanya dengan tidur di ranjang Rasulullah saw pada malam ketika
rumah Rasulullah saw dikepung orang-orang musyrik Quraisy. Hingga Allah SWT
menurunkan ayat berkenaan dengannya, Dan di antara manusia ada orang yang
mengorbasnkan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya.'" (QS. Al-Baqarah: 207)
Yohanes berkata,
"Ketika mendengar perkataan ini, tidak ada seorang pun dari mereka yang
mengingkarinya. Mereka mengatakan, 'Anda benar. Apa yang Anda katakan ini, kami
telah membacanya di dalam kitab-kitab kami, dan kami telah menukilnya dari
imam-imam kami. Akan tetapi, kecintaan Allah dan Rasul-Nya dan juga perhatian
keduanya adalah sesuatu yang ada di belakang semua ini. Mungkin saja Allah SWT
mempunyai perhatian yang lebih besar dibandingkan perhatian yang diberikan-Nya
kepada Ali.'
Yohanes berkata, 'Sesungguhnya
kita tidak mengetahui yang ghaib, dan tidak ada yang mengetahui yang ghaib
selain Allah. Apa yang Anda katakan ini adalah sebuah kebohongan, padahal Allah
SWT telah berfirman, 'Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta.' (QS.
adz-Dzariyat: 10) Kita semata-mata hanya menghukumi berdasarkan bukti-bukti
yang menunjukkan kelebih-utamaan Ali, dan kemudian kita pun mengemukakan
bukti-bukti tersebut.
Adapun mengenai
perhatian Allah terhadap Ali as, keutamaan-keutamaan di atas merupakan dalil
yang pasti akan besarnya perhatian Allah SWT terhadapnya. Perhatian mana yang
lebih baik dari dijadikannya dia oleh Allah SWT sebagai manusia yang paling
mulia nasabnya setelah Rasulullah, sebagai manusia yang paling besar
kesabarannya, sebagai manusia yang paling berani hatinya, sebagai manusia yang
paling banyak jihadnya, paling banyak kezuhudannya, paling banyak ibadahnya,
paling tinggi kedermawanannya, paling tinggi kewarakannya, dan sifat-sifat
kesempurnaan lainnya yang telah disebutkan. Ini adalah perhatian dari Allah SWT
terhadapnya.
Adapun mengenai
kecintaan Allah SWT dan Rasul-Nya kepadanya, Rasulullah saw telah memberikan
kesaksian tentang hal itu pada banyak kesempatan. Salah satunya adalah apa yang
telah dikatakan oleh Rasulullah saw pada saat perang khaibar, yang tidak ada
seorang pun dapat mengingkarinya. Rasulullah saw berkata, 'Besok, saya akan
memberikan panji ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan
Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.'[290] Kemudian Rasulullah
saw memberikan panji tersebut kepada Ali.
Seorang ulama Anda
yang bernama Akhthab Kharazmi meriwayatkan di dalam kitabnya yang berjudul
al-Manaqib, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Ya Ali, sekiranya seorang
hamba beribadah kepada Allah SWT sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nuh
kepada kaumnya, dan dia mempunyai emas sebanyak gunung Uhud, lalu diinfakkannya
di jalan Allah, serta mempunyai umur yang panjang sehingga dapat menunaikan
ibadah haji sebanyak seribu kali, kemudian dia terbunuh di antara Shafa dan
Marwa secara teraniaya, namun dia tidak menjadikan kamu sebagai pemimpin,
niscaya dia tidak akan bisa mencium baunya surga dan tidak akan bisa
memasukinya.'[291]
Di dalam kitab yang
sama juga disebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Sekiranya manusia
sepakat di dalam mencintai Ali bin Abi Thalib, niscaya Allah SWT tidak akan
menciptakan neraka.'[292]
Di dalam kitab
al-Firdaus disebutkan, 'Kecintaan kepada Ali adalah kebaikan yang bersamanya
tidak ada satu pun keburukan yang dapat mendatangkan bahaya, dan kebencian
kepadanya adalah keburukan yang bersamanya tidak ada satu pun kebaikan yang
dapat mendatangkan manfaat.'[293]
Di dalam kitab Ibnu
Khaluyah, dari Hudzaifah bin Yaman yang berkata, 'Rasulullah saw telah
bersabda, 'Barangsiapa yang hendak bersedekah dengan batu cincin yakut yang
telah Allah SWT ciptakan dengan tangan-Nya, dan kemudian Allah SWT katakan
kepadanya, 'jadilah', lalu kemudian batu cincin yakut itu pun jadi, maka
hendak-nya dia menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin sepeninggalku'
Pada Musnad Ahmad bin
Hanbal, di dalam jilid pertama disebutkan bahwa Rasulullah saw memegang tangan
Hasan dan Husain seraya berkata, 'Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai
kedua anak ini serta mencintai ayah keduanya, niscaya pada hari kiamat dia akan
berada dalam derajatku."'[294]
Yohanes berkata,
"Wahai para imam Islam, apakah setelah semua ini masih terdapat
pembicaraan tentang perkataan Allah SWT dan Rasul-Nya yang berkaitan dengan
kecintaan kepadanya dan pelebihannya atas orang-orang yang tidak memiliki
keutamaan-keutamaan ini?'
Shalawat Dan salam kepada almustafa abul qasim sayyidina WA maulana Muhammad bin abdullah beserta ahlul bayt, ummahatul mukminin, keluarga Dan keturunan beliau.... untuk selama lamanya.
BalasHapus