Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Abdullah Jawad Amuli pada kuliah akhlak yang berlangsung hari kamis petang yang dihadiri mahasiswa dan pelajar hauzah ilmiah dari berbagai penjuru negeri para Mullah setelah mengucapkan ungkapan belasungkawa atas kesyahidan Imam Husain beserta sahabat-sahabatnya beliau mengatakan,'' Karbala tidak didapatkan dengan mudah karenanya tidak mudah untuk hilang''
Salah seorang pengajar Hauzah ini mengatakan ,'' Nama Imam Husain as akan selalu hidup dan tragedi Asyura juga tidak akan pernah musnah untuk selama-lamanya.'' Dia mengisyaratkan Asyura sebagai batas tertinggi kesyahidan dan menambahkan,” Barangsiapa mendapat taufik untuk menemui syahadah
insya Allah akan bertemu dengan para wali Allah swt dan barang siapa tidak mendapat karunia ini setidaknya berupaya menjadi pembuka jalan-jalan syahadah.”
Ayatullah Al Uzma Jawadi Amuli menambahkan,” Motto resmi orang-orang syiah adalah “A’dzamallahu ujurana bimushohibina bil Husaim as wa jaalana wa iyyakum mina thalibin bitsarihi ma’a waliyihi Imam Al Mahdi min Ali Muhammad as.” Motto ini memiliki dua aspek; salah satunya kita meminta Allah subhanahu wata’ala agar pahala berbelasungkawa diperbanyak dan aspek kedua kita mengharap pada Allah swt agar kita termasuk orang-orang yang menuntut balas atas tumpahnya darah Imam Husain as dan senantiasa waspada pada para pembantai Imam Husain as.”
Marja ini mengutarakan keterikatan kaum Syiah pada imam mereka danberkata,” Jika ditanyakan pada kami apa hubungannya dengan kalian sehingga harus menuntut balas, kami menjawab karena merekalah yang telah membantai orang tua maknawi kami.”
Beliau menekankan,” Ketika bapak ibu kita menikah, salah satu hasilnya adalah keberadaan kita didunia ini, mereka mempersiapkan surat-surat yang menjadi identitas kita, mereka juga memilihkan nama untuk kita namun setelah kita mencapai usia baligh maka kita sendiri yang memilih kebutuhan kita.”
Salah seorang pengajar Hauzah Ilmiah ini berkata,” Nabi Agung Muhammad saw berkata bahwa Aku dan Ali adalah ayah-ayah kalian, jadi jika Amiril mukminin Ali as adalah ayah kami maka Sayidah Fathimah juga merupakan ibu maknawi kami.”
Perbedaan Cara Pandang Manusia pada Kematian
Marja’ taqlid ini mengisyaratkan pada ucapan Imam Husain as yang disampaikan di sekumpulan masyarakat yang membahas bahwa manusia tidak pernah mati dan kematian selalu mereka elakkan, “ Tujuh milyar manusia ini yang hidup diatas muka bumi, selain orang-orang yang yakin pada madzhab Ahlul Bait as juga mempercayai keyakinan ini, keyakinan yang berusaha menutup-nutupi kejadian setelah kematian, namun madzhab Ahlul bait mengajarkan pada kami bahwa kebanyakan manusia itu menjauhkan kematian dari kehidupan sebagai sebuah konsep yang mengajarkan ketika kita sudah pergi dari dunia ini maka tidak ada apa-apa lagi baik kiamat, surga maupun neraka.”
Beliau menjelaskan orang-orang yang telah menutup-nutupi kematian berkata, sekarang selagi masih muda maka mari pergunakan sebaik-baiknya sedang orang-orang yang meyakini kematian sebagai sebuah perpindahan semata memandang kematian dengan cara pandang lain.
Beliau menambahkan,” Salah satu nasihat Imam Husain as yang sangat berarti adalah kita harus mengajari manusia karena mereka menilai kematian sebagai perputaran antar kehidupan jadi tidak malah menutup-nutupi kejadian setelah kematian.”
Masalah Kebodohan Terpecahkan dengan Aqal Amali
Pada bagian lain marja besar ini menjelaskan,” Ketika manusia belum bisa mengenal dirinya sendiri maka dia tidak akan bisa mampu berdiri mandiri. Karena pembersihan diri dan pembentukan akhlak merupakan bagian tak terpisahkan dari diri itu sendiri. Sebelum mengenali pada bagian mana tanggungjawab kita maka kita tidak akan bisa pergi kemana-mana(dalam tingkatan ruhani). Beliau menekankan setiap bertambahnya ilmu kita maka masalah kebodohan akan mampu kita pecahkan
tapi masalah kebodohan pada ilmu selamanya tidak akan pernah terpecahkan karena masalah ini hanya bisa terpecahkan dengan aqal amali serta dengan akhlak bukan dengan aqal nadzari(aqal konseptual).
Ustad Hauzah Ilmiah ini membagi manusia dari segi kekuatan jasmani menjadi empat bagian; penglihatan, pendengaran, tangan dan kaki. Dalam masalah ruhani juga memiliki bagian-bagian dimana dari situlah kita mampu memahami masalah halal dan haram, baik dan buruk,benar dan salah, benar dan bohong, sebenarnya bagian ini adalah bagian pemikiran dari manusia; dari sisi lain keyakinan juga tidak bisa berbuat apa-apa yang berperan disini adalah amal kemauan dan pemikiran.
Beliau setelah menyinggung tentang nafsu amarah, aqal dan pemikiran tidak dia bahas, tetapi hal itu ada hubungannya dengan aqal amali seperti keterkurungan Aqal amali pada manusia dan menerangkan,” Betapa aqal amali itu terpenjara pada medan jihad akbar, kaki tangannya terikat kuat disana. Jika kalian protes pada alam yang tidak amalan disana maka protes kembali pada kalian bukan padanya. Harus dipertanyakan mengapa pertanyaan semacam itu muncul dari anda di alam dunia yang fasik ini.”
Berhati-hatilah dalam Masalah Nafs
Seorang mufasir besar Qur’an menekankan,” Akhlak mengajarkan pada kita bahwa pemikiran dan harapan itu bergantung pada kita, kita sebagaimana kita lihat sebagai sosok yang bertanggung jawab pada tangan, kaki, mata, maupun telinga kita itu sehat-sehat saja. Untuk mencintai, membenci yang makruh kita harus sepenuhnya menjaga nafs kita, apakah dia yang bergantung pada pemikiran dan daya hayal itu sehat atau tidak.
Terkait peranan akhlak yang lain dia mengisyaratkan agar akhlak mampu berperan dalam diri kita dan menorehkan peran pada bagian-bagian nafs maka kita perlu analisa atas apa yang menjadi kebergantungan pemikiran dan daya hayal kita. Begitu juga harus kita teliti kesehatan dan ada
tidaknya penyakit padanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar