Para imam tersebut
menjawab, "Wahai Yohanes, orang-orang Rafidhi (Syi'ah) menyangka
Rasulullah saw telah mewasiatkan kekhilafahan kepada Ali as, dan telah
menetapkannya baginya. Sedangkan menurut pandangan kami, Rasulullah saw tidak
mewasiatkan kekhilafahan kepada siapa pun."
Yohanes berkata,
"Ini kitab Anda, di dalamnya disebutkan, 'Diwajibkan atas kamu, apabila
seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kaum kerabatnya secara
makruf.' (QS. al-Baqarah: 180)
Di dalam Kitab
Bukhari Anda disebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Tidaklah seorang
Muslim berhak tidur kecuali dia meletakkan wasiatnya di bawah kepalanya.'[295]
Apakah Anda
membenarkan Nabi Anda saw memerintahkan sesuatu yang tidak dikerjakannya,
padahal Kitab suci Anda mengecam keras orang yang memerintahkan apa yang tidak
dilakukannya. Allah SWT berfirman, 'Mengapa kamu menyuruh orang lain
(mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
membaca al-Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?' (QS. al-Baqarah: 44)
Demi Allah, jika Nabi
Anda meninggal dunia dengan tidak meninggalkan wasiat, berarti dia telah
melanggar perintah Tuhannya, menyalahi ucapannya sendiri, dan tidak mengikuti
jejak nabi-nabi terdahulu yang memberikan wasiat tentang siapa yang akan
meneruskan urusanya sepeninggalnya. Padahal Allah SWT telah berfirman, 'Maka
ikutilah petunjuk mereka.' (QS. al-An'am: 90) Namun, tentunya Nabi Anda tidak
berbuat demikian. Apa yang Anda katakan tidak lain adalah semata-mata karena
kebodohan dan kekeras-kepalaan Anda. Karena, Imam Ahmad bin Hanbal telah
meriwayatkan di dalam kitab Musnadnya, bahwa Salman telah berkata, 'Ya
Rasulullah, siapakah washi Anda?'
Rasulullah saw
berkata, 'Wahai Salman, siapa washi saudara saya Musa as?'
Salman menjawab,
'Yusya' bin Nun.'
Kemudian Rasulullah
saw berkata, 'Sesungguhnya washi dan pewarisku adalah Ali bin Abi Thalib.'
Di dalam kitab Ibnu
al-Maghazili asy-Syafi’i, dengan sanad yang menyambung kepada Rasulullah saw,
disebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Setiap nabi mempunyai washi
dan pewaris. Adapun washi dan pewarisku adalah Ali bin Abi Thalib.'[296]
Inilah Imam
al-Baghawi Muhyis Sunnah ad-Din, salah seorang muhaddis dan mufassir besar
Anda. Dia telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya yang berjudul Ma'alim
at-Tanzil, pada penafskan firman Allah SWT yang berbunyi, 'Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.' (QS. asy-Syu'ara: 214) Dia
menyebutkan, 'Dari Ali as yang berkata, 'Ketika ayat ini turun, Rasulullah saw
memerintahkan kepadaku untuk mengumpulkan Bani Abdul Muththalib baginya, maka
aku pun mengumpulkan mereka. Pada saat itu terkumpullah kurang lebih empat
puluh orang dari Bani Abdul Muththalib. Setelah menjamu mereka dengan hidangan
kaki kambing dan susu, Rasulullah saw pun berkata kepada mereka, 'Wahai
putra-putra Abdul Muththalib! Demi Allah, tidak seorang pun pemuda bangsa Arab
yang telah membawa untuk kaumnya sesuatu yang lebih berharga dan lebih utama
dari apa yang aku bawa untuk kamu semua! Aku datang mem-bawa kebaikan dunia dan
akhirat. Dan Allah telah memerintahkan aku menyerukan kepada kalian agar
menerimanya. Maka siapakah di antara kalian yang bersedia memberikan dukungan
bagiku dalam urusan ini; dan sebagai imbalannya, ia akan menjadi saudaraku yang
terdekat, washi (penerima dan pengemban wasiat)ku, serta menjadi khalifah
(pengganti)ku di antara Anda semua?' Tidak ada seorang pun dari mereka yang
menerima tawaran Rasulullah saw.
Ali berkata, 'Lalu
aku pun berdiri dan berkata, 'Aku, wahai Rasulullah, yang akan menjadi
pembantumu.'
Kemudian Rasulullah
saw berkata kepada Ali, 'lnilah saudaraku, wasbiku dan khalifahku di antara
Anda semua. Dengar lah kata-katanya, dan taatlah kepadanya.' Maka bangkitlah
mereka itu sambil tertawa dan berkata kepada Abu Thalib, 'Lihatlah, betapa ia
telah memerintahkan Anda agar mendengarkan kata-kata anakmu dan taat
kepadanya.'[297]
Riwayat ini juga
telah diriwayatkan oleh Imam Anda Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya,[298]
oleh Muhammad bin Ishaq ath-Thabari di dalam kitab tarikhnya,[299] dan juga
oleh al-Kharkusyi. Jika riwayat ini dusta, maka berarti Anda telah memberikan
kesaksian bahwa para Imam Anda meriwayatkan riwayat dusta atas Allah dan
Rasul-Nya. Padahal Allah SWT telah berfirman, 'lngatlah, kutukan Allah
(ditirnpakan) atas orang-orang yang zalim.' (QS. Hud: 18) 'Yaitu orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan atas Allah.' (QS. Yunus: 69 dan 96)
Allah SWT juga
berfirman di dalam Kitab-Nya, 'Dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang berdusta.' (QS. Ali 'lmran: 61)
Jika para Imam Anda
tidak berdusta, dan memang demikian perkaranya, lantas, apa dosa orang-orang
rafidhil Jika demikian, takutlah Anda kepada Allah, wahai para Imam Islam. Demi
Allah, apa yang Anda katakan tentang peristiwa al-Ghadir yang dikatakan oleh
orang Syi'ah
Para Imam tersebut
menjawab, "Para ulama kami sepakat bahwa itu tidak lain hanyalah cerita
dusta yang diada-adakan."
Yohanes berkata,
"Allah Mahabesar. Ini Imam Anda dan sekaligus muhaddis Anda, Ahmad bin
Hanbal meriwayatkan di dalam Musnadnya bahwa Barra bin 'Azib telah berkata,
'Kami bersama-sama Rasulullah saw di dalam perjalanan kami. Lalu kami singgah
di Ghadir Khum, kemudian salah seorang dari kami menyeru kami agar menunaikan
salat jamaah. Seseorang menyapu untuk Rasulullah saw yang sedang berteduh di
bawah dua pohon. Kemudian Rasulullah saw mengerjakan salat Zuhur. Selesai salat
Rasulullah saw mengangkat tangan Ali as seraya bersabda, 'Bukankah kamu semua
mengetahui bahwa aku lebih utama atas seluruh orang Mukmin dibandingkan diri
mereka sendiri?'
Semua yang hadir
menjawab, 'Benar.' Kemudian Rasulullah saw mengangkat tangan Ali tinggi-tinggi,
sehingga tampak putihnya ketiak keduanya, seraya berkata, 'Barangsiapa yang aku
sebagai pemimpinnya, maka inilah pemimpinnya. Ya Allah, cintailah orang yang
mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang
menolongnya dan telantarkanlah orang yang menelantarkannya.'
Kemudian Umar bin
Khattab berkata, 'Selamat bagi Anda, wahai Putra Abu Thalib. Sekarang, Anda
telah menjadi pemimpin setiap Mukmin laki-laki dan Mukmin perempuan.'
Ahmad bin Hanbal juga
meriwayatkan riwayat ini di dalam Musnadnya melalui jalan lain, yang bersanad
kepada Abu Thufail; dia juga meriwayatkannya melalui jalan yang ketiga, yang
bersanad kepada Zaid bin Arqam.[300] Ibnu 'Abdu Rabbih juga meriwayatkannya di dalam
kitab al- ‘Iqd al-Farid.[301] Sa'id bin Wahab juga meriwayat-kannya. Begitu
juga ats-Tsa'labi di dalam kitab tafsirnya.[302] Ats-Tsa'labi menguatkan
riwayat ini dengan riwayat yang diriwayatkannya berkenaan dengan penafsiran
ayat 'Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi.' Dia
mengatakan bahwa Harits bin Nu'man al-Fihri mendatangi Rasulullah saw, yang
sedang berada di tengah sahabat-sahabatnya. Harits bin Nu'man al-Fihri berkata,
'Ya Muhammad, engkau telah menyuruh kami supaya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah, dan kami pun menerimanya.
Engkau juga menyuruh kami untuk mengerjakan salat lima waktu, dan kami pun
menerimanya. Kemudian engkau memerintahkan kami untuk berpuasa di bulan Ramadan,
dan kami pun tetap menerimanya. Selanjutnya engkau memerintahkan kami untuk
menunaikan haji, dan kami pun tetap menerimanya. Namun engkau tidak merasa
cukup dengan itu, hingga akhirnya engkau mengangkat kedua lengan anak pamanmu
dan mengutamakannya atas kami sambil berkata, 'Barangsiapa yang aku adalah
pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya. 'Apakah ini berasal darimu atau dari
Allah?'
Rasulullah saw
menjawab, 'Demi Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ini
berasal dari Allah.'
Kemudian Harits bin
Nu'man al-Fihri meninggalkan Rasulullah saw seraya berkata, 'Ya Allah,
seandainya apa yang dikatakan oleh Muhammad itu benar, maka turunkanlah hujan
batu dari langit ke atas kami.' Belum sempat Harits bin Nu'man al-Fihri sampai
ke tempat dia menambatkan binatang tunggangannya, tiba-tiba Allah SWT
menu-runkan sebuah batu dari langit yang tepat mengenai ubun-ubun kepalanya dan
menembuh keluar dari duburnya, hingga dia pun tersungkur dan mati. Kemudian
turunlah ayat Al-Qur'an yang berbunyi, 'Seorang peminta telah meminta
kedatangan azab yang bakal terjadi.' (QS. al-Ma'arij: 1)
Bagaimana bisa Anda
mengatakan riwayat-riwayat ini dusta dan tidak sahih sementara para Imam Anda
meriwayatkannya?"
Para Imam itu
berkata, "Wahai Yohanes! Benar, para Imam kami telah meriwayatkan itu.
Namun, jika Anda kembali kepada akal dan pikiran Anda, niscaya Anda akan tahu
bahwa mustahil Rasulullah saw menetapkan yang demikian itu atas Ali bin Abi
Thalib as, lalu seluruh sahabat bersepakat untuk menyembunyikan nas ini, dan
kemudian mengalihkannya kepada Abu Bakar at-Timi yang lemah, yang berasal dari
klan yang kecil. Padahal, para sahabat, jika Rasulullah saw memerintahkan
mereka untuk membunuh diri mereka sendiri niscaya mereka akan lakukan.
Bagaimana mungkin seorang yang berakal dapat membenarkan sesuatu yang mustahil
ini?"
Yohanes menjawab,
"Anda jangan merasa heran dari hal ini. Umat Nabi Musa as, yang jumlah
mereka enam kali lipat lebih banyak dari umat Nabi Muhammad saw, manakala Nabi
Musa as mengangkat saudaranya Harun as sebagai khalifah (pengganti)nya atas
mereka, sementara Harun as itu sendiri adalah Nabi mereka, dan mereka lebih
mencintainya dibandingkan Musa as, mereka berpaling kepada Samiri dan menyembah
patung anak sapi. Oleh karena itu, tidaklah begitu mengherankan manakala para
sahabat berpaling dari washi Rasulullah saw, sepeninggal beliau, kepada orang
tua yang Rasulullah saw telah menikahi putrinya. Sepertinya, jika Al-Qur'an
al-Karim tidak menceritakan kisah penyembahan patung anak sapi yang dilakukan
oleh umat Nabi Musa, Anda tidak akan membenarkannya."
Para Imam itu
berkata, "Wahai Yohanes, Ali tidak menentang mereka. Bahkan diam dan
berbait kepada mereka."
Yohanes menjawab,
"Tidak diragukan, bahwa tatkala Rasulullah saw meninggal dunia jumlah kaum
Muslimin sedikit. Di tengah-tengah mereka ada pendusta yang bernama Musailamah
al-Kadzdzab, yang mempunyai pengikut sebanyak delapan puluh ribu orang.
Sementara orang-orang Muslim yang ada di Madinah dipenuhi oleh orang-orang
munafik. Seandainya dia menampakkan perlawanan dengan pedang, niscaya setiap
orang yang anak atau saudaranya pernah dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib di medan
perang akan memeranginya. Sementara, hanya sedikit sekali ketika itu orang yang
kabilah, kerabat atau sahabatnya yang tidak pernah dibunuh oleh Ali bin Abi
Thalib di medan perang. Oleh karena itu, Ali bin Abi Thalib lebih memilih
sabar, dan hanya menentang mereka melalui jalan hujjah dan argumentasi selama
enam bulan. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak diragukan di kalangan
Ahlus Sunnah. Kemudian, salah seorang dari mereka menuntut baiat darinya.
Menurut kalangan Ahlus Sunnah Ali bin Abi Thalib telah berbaiat, sementara
menurut kalangan Rafidhah (Syi'ah) Ali bin Abi Thalib tidak berbaiat. Sementara
Tarikh Thabari[303] mengatakan bahwa Ali tidak berbaiat; hanya saja Abbas,
manakala melihat fitnah ada di depan mata, dia berteriak, "Anak saudaraku
telah memberikan baiat.
Abu Bakar tertinggal
dari pasukan Usamah, dan Rasulullah saw telah mengangkat Usamah sebagai
komandan Abu Bakar. Namun, Rasulullah saw tidak pernah sekali pun mengangkat
seseorang sebagai pemimpin atau komandan Ali.[330]
Rasulullah saw belum
pernah sekali pun mengangkat Abu Bakar sebagai pemimpin, kecuali di dalam
membawa surat al-Bara'ah. Namun, tatkala Abu Bakar keluar membawa surat
al-Bara'ah, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw untuk memberhentikannya dari
tugas ini, dan memberikannya kepada Ali.[331]
Abu Bakar tidak
mengetahui hukum syariat, hingga dia memotong tangan kiri seorang pencuri dan
membakarnya secara sekonyong-konyong.[332] Padahal Rasulullah saw telah
bersabda, 'Tidak menyiksa dengan api kecuali Tuhan pemilik api.'[333]
Ketika Abu Bakar
ditanya tentang orang yang tidak punya anak dan ayah (kalalah), dia tidak
mengetahui apa yang harus dia katakan, lalu dia pun berkata, 'Aku akan menjawab
dengan pikiranku. Jika benar maka itu dari Allah, namun jika salah maka itu
dari setan.'
Seorang nenek
bertanya kepadanya tentang warisan yang diterimanya. Abu Bakar menjawab, 'Saya
tidak menemukan apa pun tentang Anda, baik di dalam Al-Qur'an maupun di dalam
sunah Muhammad. Kembalilah, hingga aku bertanya.' Maka Mughirah bin Syu'bah pun
memberitahunya bahwa Rasulullah saw memberi seperenam bagi bagian nenek. Abu
Bakar sering meminta fatwa kepada para sahabat di dalam masalah hukum.
Abu Bakar tidak
mengecam Khalid bin Walid di dalam membunuh Malik bin Nuwairah, dan di dalam
menikahi istrinya di malam terbunuh suaminya dengan tanpa menanti iddah.
Abu Bakar mengutus
sekelompok orang ke rumah Amirul Mukminin as, manakala Amirul Mukminin as
menolak untuk berbaiat. Dia mengancam untuk membakar rumah,[334] sementara di
dalam rumah terdapat Fatimah as dan sekelompok orang dari Bani Hasyim dan
lainnya. Oleh karena itu, mereka mengecam keras perbuatannya.
Ketika Abu Bakar naik
ke mimbar, datang Hasan dan Husain beserta sekelompok orang dari kalangan Bani
Hasyim dan lainnya. Mereka mengecamnya, lalu Hasan Hasan dan Husain berkata
kepadanya, 'lni maqam kakekku. Kamu tidak layak untuknya.'[335]
Ketika hampir
meninggal dunia, Abu Bakar berkata, 'Oh, seandainya aku meninggalkan rumah
Fatimah dan tidak membukanya paksa. Oh, seandainya dahulu aku menanyakan Rasulullah
saw, apakah kalangan Anshar mempunyai hak dalam urusan ini?'
Di dalam kitab-kitab
Anda disebutkan bahwa Abu Bakar menyalahi Rasulullah saw di dalam mengangkat
pengganti. Karena dia telah mengangkat Umar sebagai penggantinya. Juga
disebutkan bahwa Rasulullah saw belum pernah sekali pun mengangkatnya sebagai
pemimpin, kecuali dalam perang Khaibar, itu pun dia kembali dengan gagal.
Rasulullah saw mengangkatnya sebagai petugas pengumpul zakat, namun Abbas
memprotesnya, maka Rasulullah saw pun memberhentikannya. Para sahabat mengecam
Abu Bakar di dalam mengangkat Umar sebagai penggantinya. Bahkan Thalhah sampai
berkata, 'Anda telah mengangkat Umar, seorang laki-laki yang bersikap kasar dan
berhati keras.'
Adapun Umar,
orang-orang membawa seorang wanita yang telah berzina yang sedang hamil ke
hadapannya, dengan serta merta dia memerintahkan supaya wanita itu dirajam. Ali
berkata kepadanya, 'Jika Anda mempunyai alasan untuk merajam wanita tersebut,
namun Anda tidak mempunyai alasan untuk merajam bayi yang sedang dikandungnya.'
Mendengar itu Umar pun mengurungkan niatnya, lalu berkata, 'Seandainya tidak
ada Ali maka celaka lah Umar.'[336]
Umar meragukan
kematian Rasulullah saw seraya berkata, 'Muhammad tidak mati dan tidak akan
mati'. Akhirnya, Abu Bakar membacakan ayat, 'Sesungguhnya kamu akan mati, dan
sesungguhnya mereka akan mati (pula).' (QS. az-Zumar: 3) Setelah itu baru
kemu-dian Umar mengatakan, 'Anda benar.' Umar berkata lagi, 'Sepertinya saya
belum pernah mendengar ayat ini.'[337]
Orang-orang membawa
seorang wanita gila yang telah berzina ke hadapan Umar. Umar memerintahkan
supaya wanita gila itu dirajam.
Namun, Ali berkata,
'Pena terangkat dari orang yang gila hingga dia sadar' Mendengar itu Umar pun
mengurungkan niatnya, lalu berkata, 'Seandainya tidak ada Ali maka celaka lah
Umar.'[338]
Di dalam khutbahnya
Umar berkata, 'Barangsiapa yang meninggikan mahar wanitanya, aku akan masukkan
maharnya ke dalam baitul mal. Seorang wanita protes kepadanya, 'Anda mencegah
kami dari apa yang telah Allah SWT halalkan bagi kami. Padahal Allah SWT telah
berfirman,
'Dan jika kamu ingin
mengganti istrirnu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada
seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil
kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali
dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?'
Maka, orang-orang pun
berkata, 'Seluruh manusia lebih fakih dari Umar. Bahkan orang-orang yang
terbaring di dalam rumah-rumah sekali pun.'[339]
Dia memberikan kepada
Hafshah dan Aisyah, masing-masingnya sebanyak dua ratus ribu dirham. Dia
mengambil uang dari baitul mal sebanyak dua ratus dirham, lalu kaum Muslimin
mengecamnya, kemudian dia berkata, 'Saya mengambilnya sebagai hutang.'[340]
Dia mencegah Hasan
dan Husain untuk bisa menerima warisan dari Rasulullah saw, dan mencegah
keduanya untuk memperoleh khumus.[341]
Umar memberikan
keputusan di dalam masalah hukum dengan tujuh puluh pendapat. Dia melarang dua
mut'ah. Dia berkata, 'Ada dua mut'ah yang halal pada masa Rasulullah saw, namun
sekarang saya mengharamkannya dan saya akan menghukum orang yang
melakukannya.'[342]
Dia menyalahi
Rasulullah saw dan sekaligus Abu Bakar, di dalam masalah pengangkatan khalifah,
apakah berdasarkan penetapan atau bukan. Dia menjadikan urusan kekhilafahan di
tangan enam orang. Kemudian, dia menyalahi dirinya sendirinya dengan
menjadikannya berada di tangan empat orang. Selanjutnya, di tangan tiga orang.
Berikutnya lagi, di tangan satu orang. Kemudian, Umar menetapkan hak pilih
berada di tarigan Abdurrahman bin 'Auf. Umar berkata, 'Seandainya Ali dan Usman
bersepakat, maka pendapat yang harus dipegang adalah pendapat yang dikatakan
keduanya. Namun, jika suara terpecah kepada tiga suara tiga suara, maka suara
yang harus dipegang adalah suara yang mana di dalamnya terdapat suara
Abdurrahman bin 'Auf. Karena, Umar mengatahui bahwa Ali dan Usman tidak akan
bersepakat dalam sebuah urusan, dan bahwa Abdurrahman tidak akan bersikap adil
berkenaan dengan anak saudara perempuannya, yaitu Usman. Selanjutnya, Umar
memerintahkan supaya memenggal kepala orang yang terlambat memberikan baiat
dalam jangka tiga hari.[343]
Umar juga merobek
kertas tulisan yang ada di tangan Fatimah as. Peristiwa itu terjadi pada saat
terjadi perdebatan panjang antara Fatimah dan Abu Bakar, lalu Abu Bakar
memutuskan untuk mengembalikan tanah fadak kepadanya. Abu Bakar membuat kertas
tulisan untuknya. Lalu, Fatimah pun keluar dengan membawa kertas tulisan
tersebut. Umar mendekati Fatimah, dan menanyakan apa yang terjadi. Fatimah pun
menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Mendengar itu dengar serta merta Umar
mengambil kertas tulisan yang ada di tangan Fatimah dan merobeknya.[344]
Melihat itu, Fatimah melaknat Umar atas perbuatannya. Lalu Ali bin Abi Thalib
masuk dan mengecam Umar.
Adapun Usman bin
Affan, dia membagikan kekuasaan di antara kaum kerabatnya. Dia mengangkat
Walid, saudaranya seibu, sebagai gubernur Kufah. Walid, seorang laki-laki yang
suka meminum minuman keras, dan dia mengerjakan salat Subuh dalam keadaan
mabuk.[345] Oleh karena itu, penduduk Kufah mengusirnya.
Usman bin Affan
memberikan uang yang banyak kepada masing-masing suami dari anak perempuannya
yang empat. Dia memberikan kepada masing-masingnya sebanyak seratus ribu
mitsgal emas, yang diambil dari baitul mal kaum Muslimin. Dia memberikan
beribu-ribu dirham kepada Marwan, yang berasal dari khumus negeri-negeri
Afrika.[346]
Utsman melindungi
dirinya dari kaum Muslimin dan mencegah mereka untuk dapat menemuinya.[347]
Banyak sekali terjadi kemunkaran yang berasal darinya yang berkenaan dengan
hak-hak para sahabat. Dia memukuli Ibnu Mas'ud hingga meninggal dunia,[348] dan
membakar mushafnya. Ibnu Mas'ud mengecam Usman dan mengkafirkannya.
Usman memukuli Ammar
bin Yasir, sahabat Rasulullah saw, hingga patah.[349]
Dia membawa Abu Dzar
dari Syam, atas permintaan Muawiyah, dan lalu memukulinya serta membuangnya ke
Rabadzah.[350] Padahal, Rasulullah saw sangat dekat dengan ketiga orang
tersebut.
Usman tidak hadir di
tengah-tengah kaum Muslimin pada saat perang Badar, perang Uhud dan Baiat
ar-Ridhwan.
Dialah yang menjadi
peyebab Muawiyah memerangi Ali as di dalam masalah kekhilafahan. Tahap
berikutnya, Bani Umayyah melaknat Ali as di atas mimbar. Mereka meracuni Hasan,
dan membunuh Husain.[351] Selanjutnya, urusan berpindah kepada Hajjaj. Dia
membunuh sebanyak dua belas ribu orang dari keluarga Rasulullah saw. Yang
menjadi penyebab semua ini ialah, karena mereka menjadikan masalah keimamahan
berdasarkan pemilihan dan kehendak mereka. Jika sekiranya mereka mengikuti nas
di dalam masalah ini, dan Umar tidak membangkang Rasulullah saw manakala beliau
berkata, 'Ambilkan aku pena dan kertas, supaya aku tuliskan bagimu sebuah
tulisan yang dengannya kamu tidak akan tersesat sesudahnya', tentu tidak akan
terjadi perselisihan dan kesesatan ini."
Yohanes berkata,
"Wahai para ulama agama, mereka yang dinamakan dengan kelompok Rafidhah,
inilah keyakinan mereka, sebagaimana yang telah kita sebutkan. Adapun keyakinan
Anda adalah ini, sebagaimana yang telah kita nyatakan. Anda telah mendengarkan
dalil-dalil mereka, dan demikian juga Anda telah mengemukakan dalil-dalil Anda.
Demi Allah, mana di
antara dua kelompok ini yang paling benar menurut pandangan Anda?"
Mereka menjawab
dengan serentak, "Demi Allah, sesungguhnya kelompok Rafidhah lah yang
berada di atas kebenaran. Perkataan-perkataan merekalah yang benar. Namun,
keadaan masih seperti se-bagaimana yang sekarang terjadi. Kelompok kebenaran
masih sebagai kelompok yang terkalahkan. Saksikanlah oleh Anda, wahai Yohanes,
sesungguhnya mulai sekarang kami berpegang kepada kepemimpinan keluarga
Muhammad, dan berlepas diri dari musuh-musuh mereka. Hanya saja kami meminta
kepada Anda untuk menyembunyikan urusan kami ini. Karena manusia masih
berpegang kepada agama raja mereka.
Yohanes melanjutkan
ceritanya, "Maka saya pun berdiri dari hadapan mereka, dalam keadaan
benar-benar yakin dan berpegang kepada keyakinan saya. Segala puji bagi Allah.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT, maka dialah orang yang
mendapat petunjuk.
Kemudian, saya
menuliskan tulisan ini dengan tujuan agar dia menjadi petunjuk bagi orang yang
mencari jalan keselamatan. Barangsiapa yang membacanya dengan penuh kesadaran,
dia akan terbimbing kepada jalan kebenaran, dan akan mendapat pahala.
Barangsiapa yang mengunci hati dan lisannya, maka tidak ada jalan baginya untuk
mendapat petunjuk-Nya. Allah SWT berfirman,
'Sesungguhnya kamu
tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang-orang yang Ia kehendaki.' (QS. al-Qashash: 65)
Namun, kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang yang ta'assub,
'Sama saja bagi
mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidakjuga
akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, serta
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.' (QS.
al-Baqarah: 6-7)
Ya Allah,
sesungguhnya kami mengucapkan puji kepada-Mu atas segala nikmat yang telah
Engkau limpahkan kepada kami. Kami sampaikan salawat dan salam atas Muhammad
dan keluarganya yang disucikan dari segala dosa, selamanya, dan terus menerus
hingga hari kiamat.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar