Pembicaraan tidak selalu ber arti pemahaman antara dua jiwa Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut.

Minggu, April 22, 2012

Ilmu Imam Ali (sa) Sumber Semua Ilmu Pasca Rasulullah saw

Ibnu Abil Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghah tentang keutamaan, kesempurnaan, dan keluasan ilmu Imam Ali bin Abi Thalib (sa) membahas dengan pembahasan yang padat dan patut disebutkan di sini.
Dalam menjelaskan ilmu, Abil Hadid menuliskannya demikian: ”Ali bin Abi Thalib adalah sumber dan mata air ilmu. Semua ilmu berujung kepadanya dan dia adalah penghulu ulama.”
Salah satu ilmunya yang paling mulia adalah ilmu Ilahi yang bersumber dari ucapan Imam Ali (sa).
Mazhab Mu’tazilah mengambil ilmunya dari Washil bin Atha’ dan dia adalah murid Abu Hasyim, dan Abu Hasyim adalah murid Muhammad bin Hanafi, dan Muhammad mengambil ilmunya dari ayahnya yang bernama Ali bin Abi Thalib.

Mazhab Asy’ariyah dinisbatkan kepada Ismail bin Abi Baysar Asy’ari murid Abu Ali Jubai. Nama terakhir merupakan salah seorang pemuka Mu’tazilah. Maka, Asy’ariyah akhirnya juga berujung kepada Ali bin Abi Thalib. Adapun penisbatan ilmu Ilahi Mazhab Imamiyah dan Mazhab Zaidiyah kepada Ali bin Abi Thalib adalah suatu perkara yang jelas.
Dalam ilmu fikih, Ali merupakan sumber dan mata air. Semua ahli fikih adalah murid beliau dan menggunakan fikihnya. Para sahabat Abu Hanifah, seperti Yusuf, Muhammad, dan orang-orang lainnya dalam fikih adalah murid Abu Hanifah. Syafi’i juga belajar fikih dari Muhammad bin Hasan. Maka, fikih Syafi’i, pada akhirnya, juga berujung kepada Abu Hanifah. Abu Hanifah dalam fikih juga belajar dari Ja’far bin Muhammad sementara ilmu Imam Ja’far Ash-Shadiq berasal dari ayahnya yang melalui jalur ini berujung kepada Imam Ali bin Abi Thalib (sa).
Malik bin Anas dalam ilmunya adalah murid Rabiah ar-Ra’yu sedangkan Rabiah adalah murid Akramah. Akramah sendiri adalah murid Abdullah bin Abbas sementara Ibnu Abbas adalah murid Ali bin Abi Thalib. Adapun marja’iyah fikih Imam Ali (sa) bagi umat Syiah adalah suatu perkara yang jelas.
Umar bin Khattab dan Abdullah bin Abbas adalah di antara para ahli fikih yang belajar dari ilmu Ali. Ibnu Abbas adalah murid Imam Ali tiada yang meragukan dan tidak lagi memerlukan saksi. Dalam kaitan dengan Umar, semua mengetahui bahwa dalam menyelesaikan problema dan kesulitan, di banyak kesempatan, ia merujuk kepada Ali. Dalam kaitan ini, Umar berkata, “Seandainya tidak ada Ali, Umar pasti celaka.” Ia juga berkata, “Aku tidak akan dapat tenang jika tidak ada Abul Hasan (Ali).” Ia juga berkata: “Tidak seorang pun memberikan fatwa di masjid sementara Ali berada di situ.” Maka, adalah jelas fikih berujung kepada Imam Ali (sa).
Ammah dan Khassah mengutip dari Rasulullah saw yang berkata, “Aqdhakum Ali,” sementara qadha adalah fiqih. Oleh karena itulah, Imam Ali (sa) merupakan orang yang paling paham tentang fikih dibanding yang lain.
Begitu juga, masyarakat umum dan khusus meriwayatkan bahwa ketika mengutus Ali ke Yaman untuk mengadili suatu urusan, Nabi saw bersabda, “Ya Allah! Berilah petunjuk kepada hatinya dan tetapkanlah lisannya.” Imam Ali berkata, “Setelah itu dan berkat doa itu, aku tidak pernah ragu dalam memberikan keputusan dalam pengadilan.”
Ilmu tafsir juga berujung kepada Imam Ali bin Abi Thalib (sa). Apabila kita membaca kitab-kitab tafsir, kita akan melihat bahwa sebagian besar persoalan dikutip dari beliau atau dari ibnu Abbas yang merupakan murid beliau. Dikatakan kepada ibnu Abbas, “Bagaimana perbandingan ilmumu dengan ilmu Ali (sa).” Dia berkata, “Perbandingannya adalah ibarat setetes air hujan di hadapan samudra.”
Ilmu tarekat, hakikat, dan irfan juga berujung kepada Ali bin Abi Thalib (sa). Ulama irfan di semua negeri Islam menisbatkan dirinya kepada Imam Ali (sa), seperti Syibli, Junaid, Abu Yazid Basthami, dan Abu Mahfudz yang dikenal dengan nama Karlhi. Mereka menjelaskan sebuah persoalan dengan sanad yang menisbatkan dirinya kepada Imam Ali bin Abi Thalib (sa)
Ilmu nahwu (tata bahasa) dan bahasa Arab juga dinisbatkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib (sa). Imam Ali-lah yang mengajarkan kaidah-kaidah pokok dan universal ilmu ini kepada Abul Aswad Ad-Duwali. Di antaranya, beliau mengatakan kepada Abul Aswad mengenai kalam (kata) terbagi menjadi tiga: ism (kata benda), fi’il (kata kerja), dan huruf (preposisi). Beliau juga mengatakan mengenai Ism makrifah (definitive) atau nakirah (indefinitif). Selain itu, beliau mengatakan bahwa i’rab ada empat macam: rafa’, nashab, jar, dan jazam.
Ucapan Imam Ali (sa) ini bagaikan mukjizat karena mengklasifikasi ‘kata’ untuk manusia biasa adalah tidak mungkin. (Syarah Nahjul Balaghah, Ibn Abil Hadid, jilid 1, hlm 17-20)
Tentang ketinggian ilmu Imam Ali (sa) secara detail, silahkan membaca kitab Nahjul Balaghah. Menurut kesaksian para cendekiawan, setelah Al-Quran, kitab ini adalah kitab ilmiah yang paling kaya. Kita juga dapat merujuk kepada ratusan, bahkan ribuan hadis yang ada di berbagai bidang, yang dikutip dari Imam Ali (sa) dan tercatat dalam kitab-kitab hadis.

www.balaghah.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar