Pembicaraan tidak selalu ber arti pemahaman antara dua jiwa Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut.

Senin, Oktober 31, 2011

Kemerdekaan Ekonomi?

Faktor sangat penting yang membakar semangat para pejuang kemerdekaan kita yalah bahwa kemerdekaan politik merupakan jembatan emas menuju pada kemakmuran yang berkeadilan dan kesejahteraan rakyat.
Dua hari lagi bangsa Indonesia telah 66 tahun merdeka secara politik. Tetapi apakah para penguasa yang berbangsa Indonesia mesti membela kepentingan bangsanya sendiri, terutama yang miskin karena penjajahan ?


Belum tentu. Sebelum Indonesia dijajah, kemerdekaan politik sudah ada dengan kekuasaan di tangan para raja dan sultan. Namun begitu VOC datang, banyak sekali raja dan sultan yang menjual kekayaan ekonomi beserta rakyatnya kepada VOC yang diperlakukan bagaikan budak.
Penjajahan oleh VOC yang dilanjutkan oleh pemerintah Belanda memang sangat menyengsarakan rakyat kita. Namun dalam alam kemerdekaan politik, penjajahan yang dilakukan oleh bangsa sendiri dengan kolaborasinya dengan bangsa asing tidak kalah dahsyatnya, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Secara kuantitatif, penjajah Belanda hanya dapat menanam pohon dengan menggunakan manusia Indonesia bagaikan budak. Mereka dipekerjakan melalui cultuurstelsel dalam perkebunan-perkebunan. Buahnya yang diambil. Pohon-pohonnya dipelihara dengan baik, yang setelah kemerdekaan sampai sekarang menjadi milik negara dalam bentuk PTP yang sampai sekarang masih menguntungkan.
Sebaliknya, dalam era kemerdekaan, banyak BUMN vital dijual kepada swasta, baik asing maupun domestik. Namun yang domestik menjual haknya kepada asing lagi, karena malas, tidak mempunyai modal dan tidak menguasai teknologi.
Dengan gejala globalisasi, Indonesia yang lemah dalam segala bidang, tetapi secara membabi-buta harus ikut arus itu, dampaknya menjadi gombalisasi buat bagian terbesar dari bangsanya.
Globalisasi yang menjadi gombalisasi inilah yang memberikan gambaran bahwa asing dengan teknologi canggihnya menggunduli hutan kita, telah menguras ikan, pasir, mengeduk sumber daya mineral. 92% dari minyak kita dieksploitir oleh perusahaan minyak asing. Dengan khasak mata Timika bagaikan kota Amerika yang pemerintahnya Freeport.
Kesemuanya ini hanya merupakan puncak gunung es.
Bagaimana sejarahnya sampai menjadi seperti ini ? Para akhli Amerika yang mengetahuinya. Ternyata bagaikan raja dan sultan di zaman pra kemerdekaan, elit bangsa kita sendiri yang menjual kekayaan alam dan praktis kemerdekaan kita dalam bidang ekonomi.
Saya kutip buku John Pilger, “The New Rulers of the World”.
Halaman 37: “Dalam bulan November 1967, The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”. Pihak Indonesia diwakili oleh pemerintah dengan menteri-menteri ekonomi di bawah pimpinan Prof. Widjojo Nitisastro.
Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya kepada wakil-wakil pemerintah Indonesia”.
“Freeport mendapatkan bukit dengan tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”
John Perkins
Sekarang kita kutip buku John Perkins yang berjudul : “Confessions of an economic hitman” atau “Pengakuan seorang perusak ekonomi”. Saya kutip yang relevan buat Indonesia.
Halaman 12 : “Penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”
Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonomterik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”
Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsutan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut yalah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang (baca : Indonesia) yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”
Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”
Halaman 16 : “Claudia* dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”
*Claudia Martin adalah pejabat CIA yang memberi perintah-perintah kepada John Perkins”
Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”
PERKEMBANGAN INFRA STRUKTUR HUKUM
Bagaimana perkembangan infra struktur hukum kita sebagai perwujudan dari penjajahan ekonomi sejak tahun 1967 ? Awalnya sekali tercantum dalam buku oleh Bradley Simpson yang berjudul : “Economists with guns”. Saya kutip halaman 234 yang berbunyi sebagai berikut :
“AS sangat dominan mempengaruhi penyusunan undang-undang tentang investasi Indonesia. Seorang konsultan dari Van Sickle Associates yang berdomisili di Denver (yang baru saja menandatangani kontrak bagi hasil untuk pembangunan dan pengoperasian 2 perusahaan plywood) membantu ekonom Widjojo membuat undang-undang tentang penanaman modal asing. Setelah draft-nya selesai, para pejabat Indonesia mengirimkannya ke Kedubes AS di Jakarta dengan permohonan agar Kedubes AS memberikan komentar untuk “perbaikkan-perbaikan yang mencerminkan pendirian para investor AS.” Para akhli hukum dari Kementerian Luar Negeri AS mengirimkan kembali draft undang-undangnya dengan usulan baris demi baris. Mereka keberatan terhadap draft undang-undangnya karena draft tersebut memberikan terlampau banyak kewenangan kepada pemerintah (“too much discretionary authority to the government.), dan karena itu merupakan hambatan buat para investor yang potensial (“discouraging to potential investors”), karena sektor BUMN diberi peluang untuk banyak bidang-bidang usaha yang diinginkan oleh perusahaan-perusahaan besar asing yang ingin memasuki sektor-sektor tersebut, terutama perusahaan-perusahaan ekstraktif. Widjojo mengubah undang-undang yang bersangkutan, yang disesuaikan dengan usulan-usulan dari AS, dengan menggunakan kata-kata yang akan menjamin liberalisasi yang maksimal, yang disukainya juga, tetapi sambil menyogok (placating) kaum nasionalis yang selalu waspada terhadap tanda-tanda dari tunduknya Jakarta pada tekanan-tekanan dari Barat. Episode ini mengingatkan kita dengan sangat jelas tentang struktur kekuasaan yang didiktekan oleh para pendukung resim Soeharto dalam hal keputusan-keputusan sangat penting yang dibuat oleh negara-negara merdeka.
Di tahun 1967 itu juga terbit UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Saya kutip pasal 6 ayat 1 yang berisi bahwa perusahaan patungan antara swasta Indonesia dan swasta asing boleh memiliki dan menguasai bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hadjat hidup rakyat banyak sebagai berikut :
  1. pelabuhan-pelabuhan;
  2. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
  3. telekomunikasi;
  4. pelajaran;
  5. penerbangan;
  6. air minum;
  7. kereta api umum;
  8. pembangkitan tenaga atom;
  9. mass media. “
Porsi asing harus sangat kecil. Namun hanya setahun kemudian asing sudah boleh menguasai semuanya sampai 49 % yang tertuang dalam UU nomor 6 tahun 1968. Pasal 3 ayat 1 sudah mengizinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas disebut “menguasai hajat hidup orang banyak” itu asalkan porsinya modal asing tidak melampaui 49 %. Swasta Indonesia, atau para kapitalis Indonesia sangat bebas boleh menguasainya.
Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994
Di tahun 1994 terbit Peraturan Pemerintah nomor 20 yang antara lain berisi bahwa perusahaan patungan tanpa menyebut berapa porsi asing “dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu :
  • pelabuhan,
  • produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum,
  • telekomunikasi,
  • pelayaran,
  • penerbangan,
  • air minum,
  • kereta api umum,
  • pembangkit tenaga atom dan mass media.
Infra Struktur Summit I
Posisinya hari ini yalah yang dikumandangkan di Infra Struktur Summit oleh Menko Perekonomian ketika dijabat oleh Aburizal Bakrie di Hotel Shangrilla. Intinya mengumumkan kepada masyarakat bisnis dan korporasi di dunia bahwa Indonesia membuka pintunya lebar-lebar buat investor asing untuk berinvestasi dengan motif memperoleh laba dalam bidang infra struktur dan barang-barang publik lainnya. Kepada masyarakat bisnis dan korporasi diberitahukan bahwa tidak ada cabang produksi yang biasanya disebut public goods yang tertutup bagi investor swasta, termasuk investor asing.
Infra Struktur Summit II
Dalam Infra Struktur Summit II yang Menko Perekonomiannya dijabat oleh Boediono, pengumuman pendahulunya diulangi lagi. Namun sekarang ditambah dengan penegasan bahwa tidak akan ada perbedaan perlakuan sedikitpun antara investor asing dan investor Indonesia.
Undang-Undang tentang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007
Undang-Undang tersebut menggantikan semua perundangan dan peraturan dalam bidang penanaman modal. Butir-butir pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pasal 1 yang mendefinisikan “Ketentuan Umum” dan yang mempunyai banyak ayat itu intinya menyatakan tidak ada perbedaan antara modal asing dan modal dalam negeri.
Pasal 6 mengatakan : “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia…..”
Pasal 7 menegaskan bahwa “Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanaman modal, kecuali dengan undang-undang.”
Pasal 8 ayat 3 mengatakan “Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing”, yang dilanjutkan dengan perincian tentang apa semua yang boleh ditransfer, yaitu sebanyak 12 jenis, dari a sampai dengan l, yang praktis tidak ada yang tidak boleh ditransfer kembali ke negara asalnya.
Pasal 12 mengatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali produksi senjata dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang

http://kwikkiangie.com/v1/2011/08/kemerdekaan-ekonomi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar