Az-zahra
as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman,
tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan
kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata
rantai cinta yang tidak pernah terputus.
Az-zahra as adalah paling mulianya manusia di sisi nabi serta cahaya mata dan buah hati Rasul sebagimana sabda beliau: “Fatimah
adalah paling mulianya manusia disisiku, putriku Fatimah, adalah wanita
yang terbaik diseluruh jagat raya, sejak pertama kali wanita
diciptakan hingga kelak pada akhir zaman, dialah cahaya mata dan buah hatiku.”
Dalam ayat 33 surat al-Ahzab,[1]
Allah swt menjelaskan keutamaan Ahlul Bait as. Ayat Tathhir merupakan
lanjutan dari ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang istri-istri Nabi
saww. Namun, perlu diketahui bahwa ayat Tathhir tidak ditujukan kepada
istri-istri Nabi saww.
Ayat
tersebut merupakan ayat yang independen dan tidak berhubungan dengan
ayat sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh berbagai riwayat dalam kitab
hadist dan tafsir, baik versi Syiah[2] maupun Sunnah.[3] Mereka sepakat bahwa ayat tersebut turun kepada Ahlul bait as dan demikian tidak meragukan lagi keabsahannya.
Mungkin
saja, sebagian kalangan beranggapan bahwa gaya penukilan dan penulisan
berbagai hadist tersebut di atas berbeda-beda sehingga tidak dapat
dinisbatkan dan ditetapkan bahwa ayat tersebut memang ditujukan kepada
Ahlul Bait as. Tapi anggapan ini tidak benar berdasarkan bukti sejarah
tentang turunnya ayat Tathhir, seperti prilaku Nabi saww yang selalu
mengulang-ulangi menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan berbeda
agar masyarakat faham bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait as adalah
Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib, Sayyidah Zahra, Imam Hasan dan Imam
Husein as.
Sejarah meriwayatkan bahwa dalam kesempatan yang berbeda-beda, Nabi saw
sering kali menjelaskan keutamaan Ali bin Abi thalib as sejak dari
dakwah sembunyi-sembunyi beliau yang hanya terbatas pada keluarga,
sampai penghujung hidup beliau. Apakah hal ini masih juga diragukan
kebenarannya sekalipun disebutkan dalam kesempatan yang berbeda? Tentu
tidak, karena dalam kondisi lainnya Nabi saw tidak pernah
mengulang-ulang suatu hal dalam kesempatan yang berbeda-beda, maka
ketika Nabi saw mengulangnya dalam berbagai kesempatan dapat difahami
bahwa hal yang beliau sampaikan sangatlah penting sehingga perhatian
masyarakat selalu tertuju kepadanya.
Ayat
Tathhir ingin menyampaikan bahwa Ahlul Bait as memiliki maqam ismah
yaitu terhindar dan terjaga dari dosa, kelalaian, kebodohan dan
keraguan. Mungkin saja, sebagian kalangan menduga bahwa turunnya ayat
Tathhir yang ditujukan kepada Ahlul Bait as sama sekali tidak memberikan
nilai dan maqam ismah. Jika dugaan mereka benar, lalu bagaimana
berbagai literatur yang menjelaskan kedudukan mereka di mata Nabi saww
dan perilaku Nabi saw yang selalu mengulangnya di berbagai kesempatan?
Bukankah
dinukil dalam sejarah bahwa setiap kali Nabi melewati rumah az-Zahra
as, beliau selalu berhenti sejenak seraya mengucapkan:
“Assalamu’alaikum ya ahlul bait?
Mengapa Imam Ali as membuktikan kepemimpinanya dengan berlandaskan ayat
Tathhir? Kenapa pula Imam Hasan as mengklaim dirinya sebagai salah satu
orang yang termasuk dalam ayat tersebut? Oleh karena itu, jelaslah
bahwa dugaan mereka itu tidak dapat dibenarkan.
Beberapa
riwayat menjelaskan bahwa kemakshuman Ahlul Bait as tidak berarti bahwa
mereka hanya terjaga dari dosa dan kesalahan saja, karena Imam Shodiq
as bersabda: “Arrijsu (dalam ayat tersebut) adalah keraguan. Demi Allah, selamanya kami (Ahlul Bait) tidak pernah ragu kepada-Nya.” Sedang dalam kesempatan lain, Imam Ali as bersabda: “Aku tidak pernah ragu akan kebenaran sejak aku melihatnya.” “ Seandainya disingkap tabir bagiku maka tidak akan bertambah keimananku.”
Sebagian dari Imam suci menyabdakan bahwa kalimat hendak menghilangkan dosa dari kamu
berarti menjauhkan mereka dari kobaran api jahiliah. Ini berarti bahwa
bahwa Allah swt tidak menginginkan para pendahulu Ahlul Bait as
(datuk-datuk mereka) masuk dalam golongan orang-orang kafir, karena
salah satu arti rijs dalam kamus bahasa adalah kekufuran dan keraguan.
Sepanjang
sejarah, Sayyidah Zahra as adalah wanita menjadi panutan yang tidak
mungkin bisa dilepaskan dari Ahlul Bait. Beliau adalah perwujudan dari
ayat Tathhir, sosok pribadi yang disucikan Allah swt, dengannya risalah
suci berlanjut dan langgeng sampai hari kiamat, wanita yang sampai
kepada makam Ilahi di bawah didikan duta Ilahi, jiwanya selalu
dikorbankan di jalan Allah swt, tutur katanya tidak lepas dari kebenaran
jelmaan ayat:
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan
itu tiad alain hanyalah wahyu yang diwahyukan, yang diajarkan kepadanya
oleh (Jibril) yang sangat kuat.
Beliau
adalah pribadi yang selalu memiliki kontak dengan alam gaib,
berkomunikasi dengan Malaikat Jibril as sehingga nama lain az-Zahra as
adalah almuhaddats yang berarti orang yang diajak berbicara.
Diceritakan dalam sejarah bahwa sepeninggal Nabi saw, Malaikat Jibril
diutus oleh Allah swt agar selalu mendatangi Sayyyidah Zahra as untuk
menghiburnya dari kesedihan setelah kepergian ayahnya dan menceritakan
kepadanya kejadian yang telah dan akan terjadi.
Kejadian-kejadian
yang disampaikan Malaikat Jibril itu dicatat sehingga menjadi sebuah
buku yang dikenal dengan Mushaf Fathimah as. Mushaf ini merupakan salah
satu perwujudan ilmu yang tak terbatas dalam diri Zahra as dan termasuk
salah satu sumber asli ilmu para imam, sejak masa Imam Ali as sampai
Imam Mahdi afs.
Imam
Khomeini ra memberikan perhatian cukup besar tentang keutamaan pribadi
az-Zahra as yang terlihat dalam pidato-pidatonya. Imam selalu
menjelaskan bahwa dengan kepulangan nabi saww kehadirat ilahi Rabbi
hubungan kontak nabi saww dengan malaikat Jibril melalui wahyu terputus,
namun kontak malaikat Jibril as -walaupun bukan dengan istilah wahyu-
dengan Az-zahra as tidak terputus.
Dalam hal Imam berkata: “Masalah
datangnya malaikat Jibril as ke Az-zahra as bukan masalah yang mudah,
jangan pernah berkhayal selama belum memenuhi persyaratanya, malaikat
akan mendatangi setiap orang”. Datangnya Jibril as kehadirat
Az-zahra atas perintah Allah swt merupakan keutamaan yang luar biasa
yang dimiliki oleh Az-zahra as dan Imam Khomeini memandang itulah
puncak keutamaan dan kedudukan Az-zahra as yang dimilikinya dimata Allah
swt.
Maqam
dan kedudukan yang begitu tinggi yang tidak dimiliki oleh semua para
utusan Allah dan hanya dimiliki oleh para nabi pilihan dan kekasihNya,
Az-zahra as dengan segala keutamaannya telah sampai kemaqam tersebut.
Dialah as hakekat dari malam Al-qadr, Zahralah as batin dari ayat: “Haa
miim demi kitab (alquran) yang menjelaskan sesungguhnya Kami menurunkan
pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi
peringatan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”.
Imam Musa Al-khadzim dalam menjelaskan ayat tersebut berkata: “Haa miim adalah Muhammad saww, kitab mubin (kitab yang mejelaskan) adalah Imam Ali as dan lailah (waktu malam) adalah S Fatimah as. Wujud
suci Az-zahra as hakekatnya adalah Al-quran yang dapat berbicara
(Al-quran natiq)- sementara para Imam suci juga sebagai penjelas
Al-quran yang diam (Al-quran shomit).
Az-zahra
as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman,
tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan
kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata
rantai cinta yang tidak pernah terputus,.
Az-zahra as adalah paling mulianya manusia di sisi nabi serta cahaya mata dan buah hati Rasul sebagimana sabda beliau: “Fatimah
adalah paling mulianya manusia disisiku, putriku Fatimah, adalah wanita
yang terbaik diseluruh jagat raya, sejak pertama kali wanita
diciptakan hingga kelak pada akhir zaman, dialah cahaya mata dan buah hatiku.” Fatimah adalah Az-zahra yang namanya selalu harum dan dikenang sepanjang masa dalam kehidupan manusia.[Fatimah Zahra a.s Perwujudan Ayat Tathhir]
Wallahu a’lam
Penulis: Abdurahman Arfan (S1 Jurusan Ushul Fiqh di Jamiatul Ulum Qom, Republik Islam Iran)
Rujukan:
1
Disebut dengan ayat tathir yang artinya : “Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Baith dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
[2] Terhitung sekitar 16 riwayat yang menukil langsung dari nabi saww.
[3] Dari 300 riwayat yang dibawakanya terhitung sekitar 5-6 yang menukil secara langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar