Pertama yang dilakukan setelah Rasulullah saw meninggal dunia adalah -sesuai wasiat Nabi sendiri- mengumpulkan Al-Quran. Pengumpulan yang dilakukan oleh Imam Ali bin Abi Thalib memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pengumpulan yang dilakukan nantinya oleh orang-orang seperti Usman bin Affan. Kelebihan itu lebih dikarenakan penertibannya sesuai dengan waktu turunnya dan disertai dengan sebab-sebab turunnya ayat, tafsir dan ta'wil yang dibutuhkan oleh umat Muhammad saw. Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengajukannya kepada khalifah pertama Abu Bakar Siddiq namun jawaban yang diterima demikian, 'Kami tidak membutuhkan ini'. Imam Ali bin Abi Thalib kemudian memberikan isyarat bahwa setelah ini mereka tidak akan mendapatkannya lagi. Dan memang demikian. Al-Quran yang dikumpulkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib kemudian diwariskan kepada Imam setelahnya dari anak-anaknya.
Disebutkan juga bahwa Imam Ali bin Abi Thalib memiliki beberapa karya lain yang disebut dengan Shahifah yang memuat hukum-hukum tentang diyat (ganjaran bagi pelanggar). Bukhari, Muslim dan Ibnu Hanbal meriwayatkan tentang adanya Shahifah ini. Ada juga kita yang dinisbatkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib yang disebut Al-Jamiah. Buku ini memuat semua hal yang dibutuhkan oleh manusia yang terkait dengan masalah halal dan haram. Imam Shadiq AS. menjelaskan keberadaan buku ini dan menyebutkan bahwa panjangnya tujuh puluh jengkal. Ditambahkan juga bahwa semua masalah disebutkan di dalamnya bahkan sampai pada hal-hal yang remeh sekalipun.
Buku Al-Jifr yang disebut-sebut juga sebagai milik Imam Ali bin Abi Thalib memuat hal-hal yang berhubungan dengan ramalan masa depan dan lembaran-lembaran para Nabi sebelumnya. Buku Al-Jifr ini hampir sama dengan mushaf Fathimah Az-Zahra AS. yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib dengan dikte dari Fathimah AS. setelah kematian ayahnya Muhammad Saw. Keduanya memuat pengertian-pengertian yang terilhamkan kepada mereka. Buku-buku yang telas disebutkan di atas terhitung barang-barang warisan imamah yang berpindah tangan dari satu Imam kepada Imam yang lain.
Para ulama telah berusaha keras untuk mengumpulkan warisan intelektual Imam Ali bin Abi Thalib mulai dari khotbah-khotbahnya, surat-surat hingga kalimat-kalimat hikmahnya. Kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku yang diberi nama sesuai dengan tujuan dan para pengumpul. Buku paling pertama yang mengumpulkan semua itu dan yang paling terkenal adalah Nahjul Balaghah yang dikumpulkan oleh Syarif Ar-Radhi yang wafat pada tahun 404 H. Syarif Radhi telah mengumpulkan pemikiran-pemikiran cemerlang dari Imam Ali bin Abi Thalib dalam berbagai macam masalah dimulai dari akidah, akhlak, sistem pemerintahan dan pengaturannya, sejarah, sosial, psikologi, doa, ibadah dan berbagai macam ilmu yang terkait dengan alam. Karena tidak semua pikiran-pikiran Imam Ali bin Abi Thalib terkumpulkan oleh Syarif Radhi dalam Nahjul Balaghah membuat sebagian ulama yang lain untuk ikut mengumpulkan ide-ide Imam Ali bin Abi Thalib yang kemudian disebut dengan nama Mustadrakat Nahjul Balaghah.
Imam An-Nasa'i yang wafat pada tahun 303 H meriwayatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasulullah saw yang diberi nama Musnad Imam Ali AS.
Al-Amidi, wafat pada tahun antara 520 dan 550 H, mengumpulkan kalimat-kalimat pendek Imam Ali bin Abi Thalib yang berisikan hikmah dan kebijakannya yang disebut dengan nama Ghurar Al-Hikam wa Durar Al-Kalim.
Abu Ishaq Al-Witwath yang meninggal antara tahun 553 dan 583 H mengumpulkan ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib dalam bukunya yang disebut Matlub Kulli Thalib min Kalam Ali bin Abi Thalib. Al-Jahizh, meninggal tahun 255 H, sendiri mempunyai buku yang berkaitan dengan ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib nama buku tersebut adalah Miah Kalimah. Sementara At-Thabarsi, penulis buku tafsir terkenal Majma' Al-Bayan, mengumpulkan ucapan-ucapan Imam Ali dalam bukunya Natsr Al-La'ali. Nashr bin Muzahim memiliki buku bernama Shiffin yang berisi kumpulan dari khotbah dan surat-surat Imam Ali bin Abi Thalib. Dan sebuah buku yang bernama As-Shahifah Al-Alawiyah memuat kumpulan doa-doa yang dinisbatkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib.
Mengenal Nahjul Balaghah
Bila Al-Quran disebut sebagai mukjizat kenabian, maka Nahjul Balaghah sebagai mukjizat imamah. Rasionalitas yang tampak dalam metode penyampaian yang transenden dan jelas dalam setiap kalimat Nahjul Balaghah telah ditanam dan dipupuk oleh Nabi Muhammad saw yang langsung mendapat tuntunan dari wahyu Allah swt. Setiap tema yang disampaikan dalam Nahjul Balaghah dapat ditemukan cahaya Allah memancar dari depan dan hidayah Nabi menerangi jalan di depannya.
Syarif Ar-Radhi, sang penyusun Nahjul Balaghah, berkata, 'Imam Ali bin Abi Thalib adalah orang memunculkan kefasihan dalam puncaknya. Dari beliau rahasia-rahasia dan aturan-aturan kefasihan dalam bahasa Arab diambil. Setiap orator besar bakal mengambil permisalan yang dibawakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib. Setiap mubalig selalu terbantu dengan ucapan-ucapannya. Namun pun demikian, kefasihan Imam Ali bin Abi Thalib adalah yang terdepan dan setiap usaha yang ingin dilakukan tetap tidak dapat melampaui kefasihannya bahkan selalu terbelakang. Itu semua karena ucapan Imam Ali bin Abi Thalib mendapat sentuhan ilmu ilahi dan di dalamnya tercium ucapan Nabi.
Mengenal akal, pengetahuan dan ilmu
1. Tidak ada kekayaan seperti ilmu dan kemiskinan seperti kebodohan. Akal adalah sumber kebaikan dan paling mulia potensi yang dapat memilih dan memilah. Akal adalah hiasan yang paling indah.
2. Akal adalah utusan kebenaran. Akal adalah dasar terkuat. Manusia dikenal dengan akalnya. Dengan akal segala sesuatu dapat diperbaiki.
3. Ilmu adalah penutup sementara akal bak pedang tajam yang dapat membelah. Sembunyikan kegamangan akhlakmu dengan kesabaran. Bunuh hawa nafsumu dengan akalmu. Berpikir adalah cermin yang bening.
4. Akal adalah pemilik tentara Maha Penyayang dan hawa nafsu adalah pemimpin tentara setan. Jiwa senantiasa ditarik oleh keduanya. Siapa yang berhasil menguasai maka jiwa berada dalam pengawasannya.
5. Keutamaan yang perlu dimiliki oleh seseorang adalah akal. Bila orang tersebut rendah akan menjadi mulia, bila terjatuh akan ditinggikan, bila tersesat akan ditunjuki dan bila berbicara akan di tuntun ke jalan yang lurus.
6. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang menghidupkan akalnya, menguasai hawa nafsunya dan berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki akhiratnya.
7. Agama diukur sesuai dengan kemampuan akal. Seorang mukmin tidak akan beriman sehingga ia berakal. Nilai setiap orang diukur dengan akalnya.
8. Ketahuilah akal lewat beberapa hal berikut ini:
a. Akal adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan melihat kepada akibat perbuatan dan membuat orang waspada.
b. Akal adalah prinsip ilmu dan yang mengajak manusia memahami sesuatu.
c. Akal adalah potensi yang semakin bertambah dengan ilmu dan eksperimen.
d. Hati terkadang memiliki pikiran-pikiran buruk dan akal yang menahan dan melindunginya.
e. Akal yang sehat menolak penghinaan terhadap akal itu sendiri.
f. Orang yang disebut berakal adalah orang yang mampu memilih dan memilah kebaikan dari dua keburukan.
Mengenal Al-Quran dan Sunah
1. Imam Ali bin Abi Thalib AS. berkata, 'Diturunkan Al-Quran kepada kalian sebagai penjelas segala sesuatu. Allah memanjangkan umur Nabi di antara kalian sehingga Allah menyempurnakan buatnya dan buat kalian -terkait dengan ajaran yang diturunkan lewat Al-Quran- agama-Nya yang diridai-Nya.
2. Demikianlah Al-Quran. Ia tidak dapat berbicara. Oleh karenanya ajak berdialog Al-Quran. Akan tetapi aku akan mengabarkan kepada kalian tentang Al-Quran. Ketahuilah, di dalamnya ada ilmu tentang yang akan datang sebagaimana ada cerita tentang masa lalu. Al-Quran adalah obat penyakit kalian dan memperbaiki hubungan di antara kalian. Sebagian ayat Al-Quran berdialog dan berbicara dengan sebagian yang lain. Sebagian ayat Al-Quran menjadi saksi buat ayat yang lain. Al-Quran tidak berselisih tentang Allah dan tidak juga pembawa Al-Quran, Muhammad saw, menyimpang dari Allah swt. Al-Quran tidak bengkok sehingga perlu diluruskan, tidak menyimpang sehingga perlu ditegur dan dinasihati. Ia tidak diciptakan karena banyaknya penolakan dan seringnya sampai ke pendengaran. Keajaibannya tidak akan pernah sirna sebagaimana keanehan-keanehannya tidak bakal lenyap. Kegelapan tidak akan lenyap tanpa Al-Quran.
Al-Quran bak musim semi yang menumbuhkan hati. Al-Quran adalah sumber ilmu. Tidak akan ditemukan sesuatu yang lebih jelas dan nampak buat hati selain Al-Quran. Al-Quran merupakan tambang iman dan fondasinya, sumber ilmu dan lautannya, taman keadilan dan bagian darinya, dasar Islam dan bangunannya, sungai-sungai tempat mengalirnya kebenaran dan ladangnya, lautan yang tidak akan pernah habis di sedot, mata air yang mengalir yang tidak akan habis diambil. Allah menjadikan Al-Quran sebagai pelepas dahaga ulama dan penyemai hati para fakih, sebagai bukti bagi jalannya orang-orang baik, penunjuk kepada orang yang sadar, sebagai ungkapan bagi yang meriwayatkannya, sebagai penghukum bagi yang menginginkan keadilan, sebagai penyembuh bagi penyakit tidak dikhawatirkan dan sebagai obat bagi yang tidak ada penyakit lagi. Hendaklah sembuhkan dirimu dengannya dari penyakit-penyakit kalian, minta bantuannya atas masalah-masalah yang kalian hadapi. Dalam Al-Quran ada obat untuk penyakit paling sulit yaitu kekafiran, kemunafikan, kezaliman dan kesesatan'.
Imam Ali bin Abi Thalib berkenaan dengan masalah Sunah Rasulullah saw telah mengajak kaum muslimin untuk mengamalkannya. Beliau juga tidak luput menerangkan posisi para Imam dalam mengantarkan Sunah yang benar kepada umat Islam serta menghidupkan ajaran-ajaran Nabi yang berusaha untuk dihilangkan oleh para penyeleweng dan mereka yang ingin menonaktifkan Sunah Rasulullah saw.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Ikutilah tuntunan Nabi kalian Muhammad saw karena tuntunannya adalah hidayah yang paling utama. Amalkanlah Sunah Nabi karena Sunahnya adalah yang paling menuntun manusia'.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Hamba yang paling dicintai di sisi Allah adalah orang yang mengikuti dan mengamalkan sesuai dengan perilaku dan jejak-jejak Nabi Muhammad saw'. Beliau melanjutkan, 'Relakanlah Muhammad saw sebagai pemandu kalian dan jadikan ia sebagai pemimpin menuju keselamatan'.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Pada tangan manusia ada kebenaran dan kebatilan, kejujuran dan kebohongan, nasikh (yang menghapus) dan mansukh (yang terhapus), umum dan khusus, muhkam (yang pasti) dan mutasyabih (yang samar) dan dihafalkan dan dikhayalkan. Telah terjadi ada orang yang berdusta atas nama Rasulullah saw ketika Nabi masih hidup sehingga membuat beliau harus bersiri berpidato, 'Barang siapa yang berbohong dengan mengatasnamakan namaku secara sengaja niscaya ia telah menyiapkan tempatnya di neraka'.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Keluarga Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan siapa pun dari umat ini. Kehidupan mereka adalah personifikasi ilmu sementara kematian bagi mereka sama artinya dengan kebodohan. Mereka tidak pernah menentang kebenaran dan tidak pernah berselisih tentangnya. Mereka adalah tiang-tiang penguat agama dan sahabat karib yang menjaga. Dengan keberadaan mereka niscaya kebenaran kembali pada takarannya dan kebatilan akan sirna dan lenyap dari tempatnya serta lidahnya akan terpotong dari pangkalnya. Mereka mengikat agama dengan akal yang sadar dan terlindung tidak dengan akal yang hanya mendengar dan kemudian meriwayatkan. Mereka adalah tempat rahasia-rahasia Rasulullah saw dan pengayom urusannya, pelapis dan pelindung ilmunya dan penakwil hikmah-hikmahnya, gua tempat buku-bukunya dan gunung yang melindungi agamanya. Mereka adalah lentera di kegelapan dan sumber kebijakan, tambang ilmu dan tempatnya kesabaran'.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Sesungguhnya aku berada di atas kebenaran yang jelas dari Tuhanku dan sesuai dengan cara Nabiku. Sesungguhnya aku berada di atas jalan yang jelas ketika aku berucap'.
Mengenal Tauhid, keadilan dan hari akhir
Imam Ali bin Abi Thalib ketika menetapkan dan membuktikan keberadaan Allah swt berkata, 'Segala puji syukur hanyalah milik Allah yang menunjukkan keberadaannya dengan ciptaan-Nya, penciptaan makhluk menunjukkan keazalian-Nya dan kesalahan yang makhluk-Nya perbuat menunjukkan bahwa tidak ada yang menyerupai-Nya. Ia berkata, 'Aku heran kepada orang yang ragu dengan Allah sementara ia melihat ciptaan-Nya bahkan bagi akal ditampakkan kepada kita tanda-tanda pengaturan yang rapi dan kepastian yang tidak berubah.
Ketika Imam Ali bin Abi Thalib ditanya, 'Apakah engkau melihat Tuhanmu? Imam Ali bin Abi Thalib menjawab, 'Bagaimana mungkin aku menyembah Tuhan yang tidak kulihat? Kemudian beliau melanjutkan, 'Allah tidak dapat dilihat dengan mata panca indera akan tetapi hati yang melihatnya dengan hakikat iman. Allah lebih agung dari penetapan pengaturannya dengan hati.
Dalam doanya yang terkenal dengan nama doa Shabah beliau berkata, 'Wahai Zat yang menunjukkan diri-Nya dengan Zat-Nya. Zat yang suci dari penyerupaan dengan makhluk-Nya. Zat yang lebih mulia dari kesamaan dengan makhluknya dalam kualitas. Wahai Zat yang lebih dekat dari persangkaan yang terbetik dalam benak seseorang dan lebih jauh dari sekelebatan pandangan dan mengetahui sesuatu yang belum terjadi.
Imam Ali bin Abi Thalib memuat khotbah-khotbahnya dengan pengertian-pengertian yang tinggi yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan kekuatan ilahiah; langit dan bumi. Beliau menjelaskan dengan panjang lebar bagaikan ilmuwan yang tahu betul apa yang diucapkannya. Ia menjelaskan dengan detil ayat-ayat kekuasaan Allah yang membuat siapa yang mendengarnya akan bertambah keimanan, kekhusyukan dan ketundukkannya kepada Allah swt. Karena begitu mendengar ucapan Imam Ali bin Abi Thalib seseorang dapat merasakan langsung apa yang dibicarakannya. Sebagaimana Imam Ali bin Abi Thalib berkata, 'Demi Allah! Seandainya disingkap segala penutup dari diriku aku tidak akan bertambah yakin'.
Imam Ali bin Abi Thalib memberikan penggambaran yang detil tentang sifat-sifat Allah yang membuat para filsuf menjadikan ucapan-ucapannya sebagai bahan kajian yang dapat membuka pembahasan lebih luas. Tanpa ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib pembahasan sifat ilahi para pembahas dapat tersesat karena ucapan beliau bersumber dari hidayah rabbani.
Beliau berkata, 'Kesempurnaan tauhid dan pengesaan Allah adalah ikhlas kepada-Nya. Kesempurnaan keikhlasan kepada Allah swt adalah menafikan sifat dari-Nya. Hal itu dikarenakan setiap sifat pasti bukan zat yang disifati dan setiap zat yang disifati pasti bukan sifat. Oleh karenanya, barang siapa yang menyifati Allah swt berarti ia telah menjadikan teman bagi-Nya. Dan barang siapa yang berpikir bahwa Allah memiliki teman itu berarti ia telah menduakan-Nya. Barang siapa yang menduakan-Nya berarti ia telah membagi-Nya. Dan barang siapa yang membagi-Nya berarti ia tidak mengerti tentang-Nya. Dan barang siapa yang tidak mengetahui-Nya berarti ia telah menunjukkan-Nya. Barang siapa yang menunjuki-Nya berarti ia telah membatasi-Nya. Dan barang siapa yang membatasi-Nya berarti telah menganggap-Nya berbilang. Allah ada tanpa diciptakan, wujud-Nya tidak diperoleh setelah sebelumnya tidak ada. Allah senantiasa bersama dengan segala sesuatu tapi tidak menemani mereka dan tidak bersama segala sesuatu tapi tidak sirna.
Imam Ali bin Abi Thalib berargumentasi tentang keesaan Allah dengan ucapannya, 'Ketahuilah wahai anakku, Seandainya Allah memiliki sekutu niscaya utusannya telah mendatangimu dan engkau akan melihat bekas-bekas kerajaan dan kekuasannya. Ketahuilah wahai anakku, tidak ada seseorang pun yang memberikan kabar berita tentang Allah swt sebagaimana kabar berita yang dibawakan oleh Rasulullah saw maka relakanlah ia menjadi penuntunmu'.
Imam Ali bin Abi Thalib memerikan keadilan Allah swt dengan ucapannya, 'Keadilan membuat Allah tidak berbuat kezaliman kepada hamba-Nya dan berbuat keadilan terhadap semua makhluk-Nya. Allah berbuat keadilan kepada semua makhluk-Nya dalam hukum dan menghukumi segala sesuatunya dengan keadilan. Imam Ali bin Abi Thalib kebudian berkata, 'Sesungguhnya Allah tidak memerintahkanmu kecuali ada kebaikan dibaliknya dan tidak akan melarangmu kecuali ada kejelekan dibalik larangannya. Hukum-Nya satu tidak pilih kasih baik untuk penghuni langit atau bumi. Allah tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga karena perbuatan yang membuatnya seharusnya berada di neraka'.
Disadur dr buku: "Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib"
Penulis: Tim penyusun Majma' 'Alami li Ahli Bayt
Penerjemah: Saleh Lapadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar