Pada kondisi yang wajar dan normal, seseorang akan dapat mengatasi jiwa dan menentukan sikapnya yang sesuai dengan kondisi tersebut. Akan tetapi pada kondisi dimana ia diterpa angin kencang kemarahan dan permusuhan, seseorang akan kehilangan keseimbangn dirinya hingga pada saat-saat seperti ini sulit sekali baginya untuk menguasai dirinya.
Lain halnya dengan putra Abi Tâlib As, ia tetap teguh dan tegar pada setiap keadaan dan kondisi. Sikapnya sama sekali tidak terpengaruh dengan keadaan dirirnya, artinya sikap dan segala perbuatannya senantiasa terdapat rida Allah Swt. Tingkah lakunya di dalam rumah tangga, sikapnya dalam peperangan, pergaulan dan perlakuannya terhadap masyarakat senantiasa tunduk di bawah syari'at dan undang-undang Islam. Imam 'Ali As telah mendidik dirinya sedemikian rupa sehingga ia menjadi teladan yang baik bagi setiap muslim yang beriman kepada Tuhannya.
Dalam perang "Khandaq", ketika kaum musyrikin hendak menyerang kota Madinah, atas perintah Rasulullah Saw kaum Muslimin menggali parit untuk melindungi kota Madinah dari serangan musuh. Situasi sangat genting dan membahayakan sekali bagi umat Islam, tetrlebih lagi ketika sebagian penunggang kuda kaum musyrikin berhasil melompati parit tersebut. Amr bin Abdi Wud, setelah berhasil melewati parit dengan kudanya yang besar dan gagah bersuara keras menantang kaum Muslimin untuk melakukan perang tanding dengannya. Amr bin Abdi Wud bukanlah orang biasa , ia seorang prajurit yang gagah berani. Ketika itu sebagian besar kaum Muslimin merasa ciut dan gentar hatinya untuk berhadapan dengannya, tanpa kecuali Abu Bakar, Umar dan Utsman. Pada kesempatan inilah Imam 'Ali As bangkit untuk melakukan duel dengannya. Beliau maju menuju ke arah musuh yang congkak itu dengan penuh keberanian tanpa sedikit pun ada rasa takut dalam hatinya. Rasulullah Saw dengan tenang menyaksikan peristiwa itu dan bersabda, "Kini keimanan murni bangkit untuk menyerang kemusyrikan yang murni". Akan tetapi Amr berusaha menghindar diri untuk melakukan duel dengan Imam 'Ali As, ia berkata kepada Imam 'Ali As, "Wahai 'Ali kembalilah, aku tidak ingin membunuhmu". Imam 'Ali As menjawab dengan penuh keimanan yang tinggi: "Akan tetapi aku ingin membunuhmu". Dengan seketika Amr bin Abdi Wud naik pitam dan marah, dengan cepat ia menghunuskan pedangnya dan melayangkannya ke arah Imam 'Ali As. Akan tetapi Imam 'Ali As dengan cepat dapat menghindar dari sabetan pedangnya itu. Kedua perajurit itu saling menyerang dan saling menangkis dan menghindar. Imam 'Ali As tidak memberikan kesempatan sedikit pun kepada lawannya untuk menarik nafas, sampai pada suatu kesempatan yang tepat, Imam Ali As dapat melayangkan pedang "Dzul Fiqar" nya tepat mengenai sasaran yang membuat Amr jatuh tersungkur ke tanah. Pemandangan dan peristiwa tersebut membuat kawan-kawan Amr ketakutan dan mundur teratur. Namun ketika Imam Ali As hendak menghabisi nyawanya, musuhnya yang congkak itu, meludahi wajahnya. Sesaat Imam Ali As merasa murka dengan perlakuannya seperti itu, akhirnya beliau As mengurungkan niatnya untuk membunuhnya sampai beliau As merasa tenang kembali agar sabetan pedangnya itu bukan sebagai balas dendam dan emosional, akan tetapi betul-betul karena Allah Swt dan demi membela Islam.
Imam Ali As adalah merupakan teladan yang tinggi bagi seluruh prajurit dalam semua peperangan dan pertempuran. Sikap, perbuatan dan sepak terjang beliau As telah mengukir sejarah bangsa Arab dan Islam dengan baik.
Setelah Amr bin Abdi Wud dapat dikalahkan, Imam 'Ali As kembali membawa kemenangan kepada Rasulullah Saw. Beliau menyambutnya degan penuh hangat, haru dan kebahagiaan. Beliau berkata, "Tebasan pedang Ali atas Amr menandingi pahala ibadahnya seluruh tsaqalain", artinya bahwa pukulan pedang Imam Ali As yang membinasakan nyawa Amr itu sama dengan ibadahnya seluruh jin dan manusia.
Pada saat terjadinya duel antara Imam Ali As dengan Amr bin Abdi Wud, kaum musyrikin senantiasa mengamati dan memperhatikan peristiwa itu dengan penuh ketegangan. Tatkala mereka menyaksikan prajuritnya itu jatuh tersungkur ke tanah, mereka pun mendengar 'Ali As berteriak keras "Allahu Akbar", hati dan jiwa mereka pun menjadi lemah dan putus asa untuk melanjutkan peperangan. Akhirnya mereka mengakhiri penyerangan dan pengepungan kota Madinah dan kembali menarik diri dengan penuh kesedihan, kegagalan dan kekecewaan.
Di Sadur Dari Buku : Imam ali as pemimpin kaum mukminin
Karya Sayyid mahdi ayatullahi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar