Pembicaraan tidak selalu ber arti pemahaman antara dua jiwa Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut.

Senin, Mei 30, 2011

Imam Fakir Miskin


   Ketika Imam Ali As menduduki jabatan sebagai hakim dan khalifah bagi kaum Muslimin, berbagai tantangan, bencana dan kesedihan datang menimpa beliau As. Walaupun demikian, beliau sendiri yang terjun langsung menangani masalah kemiskinan umat Islam dan rakyatnya. Beliau sama sekali tidak memiliki dendam pribadi kepada siapa pun, sehingga orang-orang yang sebelumnya memusuhi beliau dan menyimpan kedengkian dan kebencian yang mendalam sekalipun tetap dapat menerima bagian dari Baitul Mal. Bahkan beliau tidak membeda-bedakan dalam membagikan harta Baitul Mal itu di antara para sahabat, kerabat, famili dan orang-orang yang dekat dengan beliau dengan yang lainnya.
 Pada suatu hari seorang wanita yang bernama Saudah datang mengunjungi Imam As untuk mengadu kepada beliau tentang perlakuan buruk yang dilakukan terhadapnya oleh seorang petugas penarik pajak. Ketika itu beliau sedang melaksanakan salat. Ketika beliau mengetahui adanya bayangan seorang wanita yang datang menghampirinya beliau mempercepat salatnya tersebut. Seusai salat beliau menoleh kepada wanita itu dan berkata kepadanya dengan penuh santun dan lembut, "Apa yang bisa saya lakukan untukmu?". Saudah menjawab sambil menangis, "Aku ingin megadukan tentang keburukan petugasmu dalam mengambil pajak dariku". Mendengar hal itu Imam As terkejut dan menangis, kemudian megangkat kepalanya ke langit dan berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menyuruh mereka untuk berbuat aniaya terhadap hamba-Mu". Setelah itu beliau megambil sepotong kulit dan menuliskan sebuah perintah untuk memecat petugas biadab tersebut dari pekerjaannya dan surat tersebut beliau serahkan kepada Saudah. Dengan gembira wanita itu menerimanya untuk selanjutnya ia sampaikan kepada yang bersangkutan.
 Pada suatu hari Imam Ali As menerima laporan dari kota Basrah bahwa gubernur kota itu yang bernama Utsman bin Hanif telah menghadiri acara walimah dan pesta perkawinan undangan seorang kaya raya. Mendengar informasi tersebut Imam As segera mengirimkan sehelai surat untuknya. Dalam surat itu Imam As menegur dan memberikan peringatan kepadanya tentang adanya sesuatu di balik undangan tersebut. Karena sesungguhnya orang-orang kaya apabila mengadakan pesta perkawinan bukanlah sekedar menyajikan jamuan makanan semata. Akan tetapi acara semacam itu mereka jadikan sebagai alat pelicin dan sogokan terhadap penguasa kota tersebut untuk dapat menembus dan melicinkan tujuan mereka. Di dalam surat itu pula Imam As menyampaikan berbagai saran dan nasihatnya yang perlu direnungkan dan dicamkan baik-baik. Surat Imam As yang ditulis itu berisi sebagai berikut:
 "Wahai Ibnu Hanif, telah sampai informasi kepadaku bahwa ada orang kaya raya yang mengundangmu untuk menghadiri acara walimah, lalu dengan segera dan senang hati engkau menyambut undangan tersebut dengan jamuan makanan yang berwarna warni. Sungguh aku tidak mengira bahwa engkau sudi menghadiri makanan seseorang yang hanya dihadiri oleh orang-orang kaya sedang orang-orang miskin tidak mereka hiraukan. Ketahuilah sesungguhnya setiap pengikut mempunyai imam yang harus ditaati dan diikuti petujuk cahaya ilmunya. Ketahuilah sesungguhnya Imammu mencukupkan dirinya hanya dengan dua helai jubah yang kasar dan makanannya hanya dengan dua buah roti kering".
 Salah seorang sahabat Imam As yang berrnama Ady bin Hatim Atta'i pernah ditanya orang tentang politik Amirul Mu'minin As, ia berkata, "Aku saksikan orang yang kuat di sisinya menjadi lemah karena haknya diambil dan orang yang lemah menjadi kuat disisinya karena hak-haknya terpenuhi".
 Beliau pernah berkata, "Bagaimana mungkin aku ini sebagai seorang Imam jika aku sendiri tidak merasakan duka-nestapa mereka".
 Pada suatu kesempatan beliau bertanya kepada Ibnu 'Abbâs sambil menjahit sandalnya, "Menurutmu berapa harga sandalku ini?". Setelah memandang dan mengamati beberapa saat, Ibnu 'Abbâs berkata, "Sangat murah, bahkan tidak ada harganya". Kemudian Imam 'Ali As berkata, "Sesungguhnya sandal ini bagiku sangat tinggi nilainya dibandingkan sebuah kekuasaan dan jabatan sampai aku dapat menegakkan yang hak dan menghancurkan kebatilan".

Penulis  :Sayyid mahdi ayatullahi
Buku : Imam ali as pemimpin kaum mukmin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar