|
Bulan suci Ramadhan hadir dengan keharuman Ahlul Bait Nabi as. Pada
paruh bulan penuh berkah ini, malaikat sang pembawa cahaya mengiringi
kelahiran putra pertama pasangan surga, Imam Ali as dan Fatimah Az-Zahra
as. Hasan bin Ali terlahir ke dunia pada 15 Ramadhan 3 H di kota
Madinah.
Imam Hasan senantiasa mendampingi Rasulullah saw. Terkadang ia duduk di
pangkuan Nabi, terkadang pula Rasul memikul cucu kesayangannya itu di
pundaknya. Setiap kali wahyu turun, ia pun mendengar langsung dari bibir
Rasulullah saw dan menukilkannya untuk sang ibu, Sayidah Fatimah Zahra
as. Saat Imam Ali as memasuki rumah, ia rasakan adanya perubahan, hingga
kemudian ia mendengar kutipan ayat Al-Quran yang baru. Imam Ali as pun
bertanya kepada Fatimah as, "Dari mana engkau nukil ayat ini?". Putri
Nabi as itu menjawab, "Putra kita, Hasan".
Imam Hasan as hanya beberapa tahun saja hidup sejaman dengan Rasulullah
saw. Ketika ia beranjak 7 tahun, datuk tercintanya, Nabi Muhammad saw
pergi memenuhi panggilan Ilahi. Setelah kepergian Rasulullah, ia
mendampingi ayahnya, Imam Ali as selama 30 tahun. Setelah syahidnya Imam
Ali as, Imam Hasan memegang tampuk imamah sepanjang 10 tahun.
Sejatinya, keistimewaan terbesar yang dimiliki Imam Hasan adalah
kepribadian beliau yang begitu mirip dengan Rasulullah saw. Meski ia
adalah cucu Rasulullah saw, namun Nabi as selalu menyebut Imam Hasan
sebagai putranya. Seluruh ulama dan sejarawan muslim juga meyakini hal
itu. Mufasir Al-Quran, Jalaluddin Suyuti meyakini bahwa ayat 61 surat
Ali-Imran merupakan bukti yang menguatkan masalah tersebut. Dalam
penggalan surat Ali-Imran yang juga dikenal sebagai ayat mubahalah itu
dinyatakan, "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang
ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita
memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan
isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita
bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta".
Para ulama sepakat, pada peristiwa Mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein
as bersama Imam Ali dan Sayidah Zahra mendampingi Rasulullah saw.
Dengan demikian sesuai dengan ayat tadi, ungkapan ‘anak-anak kami' yang
dimaksud tak lain adalah Imam Hasan as dan Imam Husein as. Di samping
itu, hadis-hadis Rasulullah saw merupakan juga bukti lain akan hal ini.
Ia senantiasa menyebut kedua cucu kesayangannya itu sebagai putranya.
Nabi saw bersabda, "Hasan dan Husein as adalah dua putraku. Barang siapa
yang mencintainya, maka ia mencintai aku pula".
Suatu hari seorang lelaki menemui Imam Hasan as dan berkata, "Wahai
Putra Ali as, Demi Tuhan yang memberimu nikmat begitu melimpah, bantulah
kami dalam menghadapi musuh zalim yang menyerangku. Musuh yang tak
menghargai orang-orang tua dan tak juga mengasihi anak-anak kecil". Imam
Hasan lantas berkata, "Siapakah musuhmu itu?". Lelaki itu menjawab,
"Musuhku adalah kemiskinan dan rasa gundah kelana". Sejenak Imam as
menundukkan kepala. Kemudian kepada pelayannya, beliau berkata,
"Ambillah, harta yang ada didekatmu." Si pelayan pun menyerahkan 5 ribu
dirham, lantas Imam Hasan memberikan seluruh uang itu pada lelaki tadi.
Selama masa hidupnya, Imam Hasan as selalu dikenal sebagai seorang yang
dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum
fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya
lantas kembali dengan tangan kosong. Terkadang, jauh sebelum si miskin
mengadukan kesulitan hidupnya, Imam telah terlebih dahulu membantu
mengatasinya dan tak membiarkannya harus merasa hina lantaran meminta
bantuan. Imam Hasan as berkata, "Memberi sebelum diminta adalah
kebesaran jiwa yang teragung".
Imam Hasan adalah pribadi yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa
dan teguh. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat pemberani.
Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat
bijak dalam memutuskan satu perkara.
Imam Hasan as adalah mitra musyawarah dan juga penolong setia ayahnya,
Imam Ali as. Ia sangat aktif dalam menjalankan kepemimpinan umat. Di
masa kekhalifahan Imam Ali as, setiap kali Amirul Mukminin sedang tidak
berada di kota Kufah dan tidak bisa menjadi imam shalat Jumat, maka Imam
Hasan as yang menggantikan posisi beliau. Selain itu, putra pertama
Fatimah as itu juga menjadi penanggung jawab tanah dan harta yang
ditetapkan sebagai wakaf oleh Rasulullah saw, Imam Ali as dan Sayidah
Zahra as. Beliau memanfaatkan hasil dari tanah dan harta yang
dikelolanya itu untuk membantu para fakir-miskin dan mereka yang
memerlukan.
Keluasan pemikiran, ilmu, dan jiwa Imam Hasan as merupakan faktor
penting dalam membimbing dan memimpin umat. Di masa imamahnya, Imam
Hasan as berhadapan dengan masyarakat yang didera kebodohan dan
kesesatan, sekelompok manusia yang hanya memikirkan kepentingan pribadi.
Sedemikian lunturnya iman dan keyakinan mereka, sampai-sampai mereka
biarkan Imam Hasan sendirian dalam berjuang mempertahankan ajaran suci
Rasulullah saw. Imam Hasan as bahkan terpaksa menjalin hubungan damai
dengan pemerintahan Muawiyah lantaran umat Islam di saat itu tak lagi
siap untuk berperang menentang kezaliman. Ia bahkan berusaha
mencantumkan sejumlah persyaratan dalam surat perjanjian damainya itu,
supaya jangan sampai terjadi pertumpahan darah di antara sesama kaum
muslimin. Setelah itu, Imam Hasan as melakukan strategi dakwah kultural.
Beliau menyebarkan ajaran Islam yang hakiki kepada umat dalam pelbagai
ranah kajian budaya, politik hingga pemikiran dan mengantarkan umat pada
sumber ilmu dan makrifat.
Suatu ketika, Imam Hasan as ditanya, "Di manakah letak keagungan dan
kebesaran?" Beliau menjawab, "Memberi di saat dikuasai amarah dan
memaafkan kesalahan".
Saat terjadi perang Jamal, Nahrawan, dan Sifin, Imam Hasan as selalu
mendampingi Imam Ali as dan memainkan peranan penting dalam membela
Islam. Suatu kali, Imam Ali as meminta putra pertamanya itu untuk
mendampinginya mengadili suatu perkara. Saat Amirul Mukminin as
menyaksikan kebijaksanaan Imam Hasan dalam mengadili suatu perkara,
beliau pun memujinya dan berkata, "Wahai umat manusia sekalian, putraku
Hasan mengetahui apa yang diajarkan Tuhan kepada Sulaiman bin Dawud".
Syahdan, suatu ketika orang-orang melihat seorang lelaki tengah memegang
pisau yang berlumuran darah di sisi sesosok tubuh yang tak bernyawa
lagi. Mereka pun akhirnya membawa orang tersebut ke Imam Ali as dan
menudingnya sebagai pembunuh. Imam pun bertanya kepada lelaki itu,
"Apakah ada hal yang ingin kamu ceritakan?" Lelaki itu menjawab, "Aku
terima tuduhan ini". Namun, tiba-tiba datang seorang lelaki lain dengan
tergesa-gesa dan berkata, "Lepaskan dia! Ia tak membunuh seorang pun.
Akulah pembunuhnya". Kepada lekaki yang dicekal sebelumnya, Imam
bertanya kembali, "Mengapa kamu terima tudingan itu?" Dia menjawab, "Aku
berada dalam posisi yang tak mungkin bagiku untuk mengelak. Sebab
banyak orang yang melihatku berdiri di sisi jasad sementara pisau penuh
darah berada digenggamanku. Namun sebenarnya, aku tengah menyembelih
seekor kambing dan saat itu pisau penuh darah itu masih dalam
gengamanku. Lantas dengan kagetnya, aku melihat lelaki berlumuran darah
itu terseok-seok. Di saat itulah, orang-orang melihatku dan menangkapku
dengan tudingan sebagai pembunuh".
Imam Ali as lantas membawa kedua lelaki itu kepada Imam Hasan as untuk
diputuskan perkaranya. Setelah mendengar keterangan mereka, Imam Hasan
as memaafkan si pembunuh lantaran dengan kejujurannya telah
menyelamatkan lelaki lain yang dituding sebagai pembunuh. Beliau
memutuskan hal itu sesuai dengan Al-Quran, ayat 32 surat Al-Maidah,
"...Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya".
| |
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar