Pembicaraan tidak selalu ber arti pemahaman antara dua jiwa Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut.

Senin, Januari 31, 2011

Dahulu Orang Berkata”Islam Adalah Agama Terbaik Dengan Penganut Terburuk”

Islam, sebagai suatu ideologi dan keyakinan menciptakan suatu ummah yang beradab dan dinamis di antara rakyat yang mandek dan suku-suku yang buta huruf. Ia menciptakan suatu peradaban dan ilmu pengetahuan yang dalam kenyataannya merupakan induk peradaban masa kini. Peradaban dan ilmu-ilmu Islam adalah penyebab-penyebab pokok kejatuhan feodalisme; akibatnya adalah tumbuhnya kelas menengah’ matinya semangat Abad Pertengahan di Eropa; berseminya gerakan Prostestan; melemahnya kediktatoran Paus yang suram; perubahan-perubahan dalam semangat monastis dari ajaran Katolik; gerakan Renainsans; bermulanya gerakan pelayaran, penemuan-penemuan dan perpindahan geografis; dan akhirnya, munculnya orientasi keduniawian dan kemasyarakatan dari semangat Barat yang baru. Peradapban dan ilmu-Ilmu Islam mencapai puncak kegemilangan dan kejayaannya pada abad ketiga dan keempat hijriah (abad ke-9 dan 10 Masehi),
prestasi-prestasinya mempengaruhi jenius-jenius dari berbagai ras dan bangsa, kelompok-kelompok beradab dan tak beradab, dan para penguasa serta rakyat. Ia membuka pintu-pintu kemajuan ilmu pengetahuan, intelektual dan budaya bagi semua orang sehingga memungkinkan individu-individu dari daerah pedesaan dan bahkan budak-budak asing untuk mencapai status sebagai pemuka spiritual dan pemimpin agama dan untuk duduk di meja-meja pengadilan dan untuk menjadi pemimpin intelektual dan ilmiah di dunia (Islam).
Ijtihad, yang merupakan ciri paling menonjol dari semangat ilmiah dan pandangan ideologis Islam, tidak hanya mencegah pemikiran Islam agar tidak menjadi statis sesuai dengan cetakan-cetakan yang telah pasti dari suatu masa tertentu; tidak hanya mencegah pemikiran, hukum dan aturan agama, agar tidak menjadi tradisi-tradisi yang mandek, pengagung-agungan warisan dan tindakan-tindakan tanpa makna yang terus diulang-ulang dan sia-sia; tidak hanya mencegah pemikiran Islam agar tidak terasing dengan berlalunya waktu dan agar tidak berhenti bergerak dalam proses perubahan kondisi sosial dan ekonomi dan dalam proses kematian, kelahiran dan ketentuan-ketentuan hidup lainnya; dan akhirnya, bukan hanya menyebabkan pemikiran Islam tetap baru dan progresif, tetapi juga memberikan sumbangan pada perkembangan pemikiran Islam dan evolusi progesifnya. Ia menyebabkan pemikiran Islam tumbuh, memperkaya dirinya dan berkembang dengan lebih menyeluruh di sepanjang jalan sejarah. Ijtihad tidak hanya mencegah pemikiran Islam agar tidak jatuh menjadi ketinggalan zaman, tetapi ia juga bergerak mendahului zaman. Pendeknya, tujuan ijtihad itu lebih dari sekedar menerapkan hukum-hukum Islam pada kebutuhan kebutuhan baru dan mempersatukan mereka dengan kehidupan dan gerakan baru, tetapi juga menciptakan kebutuhan-kebutuhan dan meningkatkan serta memandu kehidupan. Inilah alasannya sehinggga di masa lampau, para ulama besar Islam juga menjadi sarjana-sarjana utama dan humanis besar, dan inilah alasannya mengapa sekolah-sekolah Islam sekaligus merpakan pusat-pusat penelaahan ilmu-ilmu kealaman dan kemanusiaan. Dalam kenyataanya, pemisahan antara yang ruhani dari yang bukan ruhani, pemisahan antara para ilmuan religius dari para ilmuan yang menguasai ilmu-ilmu yang tidak-relegius, dan yang lebih buruk lagi, pemisahan antara “ilmu-ilmu kuno”(yang bersifat relegius) dari “ilmu-ilmu modern” merupakan fenomena baru yang tidak sesuai dengan misi Islam dan dengan semangat serta pandangan Islam.
Di dalam Islam, bahkan di Masjid pun, perbedaan antara yang bersifat agamawi dan yang duniawi tidak diterima; begitu pula pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan bukan- agama, atau pemisahan antara ilmu pemerintahan, ibadat, dan politik. Masjid Nabi adalah rumahnya dan rumah bagi para pendukungnya yang tuna-wisma; suatu tempat untuk mengajarkan dan membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Rumah itu juga merupakan pusat untuk mengatur dan menangani masalah politik, sosial dan militer kaum muslim, serta parlemen bebas di mana setiap individu menjadi anggota perwakiilan. Tetapi, sekarang suatu tragedi yang menyedihkan telah menjadi kenyataan. Kebudayaan Islam di pandang sebagai “ilmu pengetahuan kuno”, sementara ilmu-ilmu kealaman dan sosial (ilmu kedokteran, astronomi, fisika, kimia, matematika, sejarah, geografi, ekonomi, hukum, politik, sosiologi dan sebagainya) telah mengambil alih tempat di dalam hati dan pikiran masyarakat dan berkembang jauh serta terpisah dari kebudayaan Islam.
Mengapa hal ini terjadi? Jika kita percaya bahwa kebenaran Islam, sebagai kebenaran sejati yang selamanya relevan, maka kaum muslimlah yang harus disalahkan jika mereka tidak dapat maju. Tak pelak lagi, kita tidak dapat menyangkal peranan yang dimainkan oleh faktor-faktor luar dan musuh-musuh Islam dalam keadaan sekarang ini. Tetapi, pernahkan Islam hidup tanpa musuh? Islam telah membuktikan bahwa setiap kali ia harus menghadapi tantangan-tantangan dari musuh luar yang kuat, maka ia selalu muncul sebagai pihak yang kuat yang jaya dan menang; dan setiap kali ia dikalahkan, itu adalah akibat adanya kemunafikan dan kelemahan di dalam serta kelalaian dari sahabat-sahabatnya. Bukankah ia adalah Islam yang sama yang, dengan pasukan tidak lebih dari beberapa ratus orang, dengan mudah mengalahkan kekuatan dan kesatuan suku-suku arab? Bukankah ia adalah Islam yang sama yang dalam generasi yang sama, dengan hanya beberapa ribu orang muslim yang miskin, menhancurkan dua kekaisaran terkuat di dunia; Byzantium dan persia; dan bukankah mereka itu keluarga yang lemah, terasing dan dibenci oleh masyarakat, dinasti Umayyah, yang menguasai Islam yang sama dari dalam dan membantai generasi pertama keluarga Nabi, dan menyerahkan kendali Islam kepada kaum bangsawan Qurayis Pra-islam? Itulah sebabnya, kita tidak boleh membesar-besarkan peran musuh dari luar dan dengan cara itu membebaskan diri kita dari beban berat tanggung jawab yang harus kita pikul menyangkut situasi kita sekarang ini. Kita tidak boleh menuduh musuh-musuh kita untuk membersihkan nama teman-teman kita. Sebaliknya, jika musuh telah berhasil memainkan peranan dalam kehidupan kita, maka kelemahan kitalah yang memungkinkannya berbuat begitu. Tidak ada penakluk yang menguasai suatu bangsa sampai rakyat yang ditaklukkan itu siap dan rela menerima kekalahan. Sebagaimana yang dikemukakan Ali bin Abi Thalib kw, agar suatu penindasan dapat berlangsung di dunia ini, diperlukan kerja sama dari dua individu: sang penindas (zalim) dan pihak yang menerima penindasan (mazhlum).
Pada waktu sekarang, yang membuat ilmu-ilmu Islam menjadi “ilmu-ilmu kuno” adalah faktor yang sama yang sepanjang sejarah telah mencegah pandangan Islam berjalan seiring dengan berlalunya waktu. Tanpa panduan Islam, kehidupan akan terus mengalir di jalur yang menyimpang, sementara kebudayaan dan pandangan Islam, yang tidak melangkah sejajar dengan zaman, menjadi “kuno” dan kehilangat hati dan pikirannya. Hanya iman dan upacara-upacara agama yang tertinggal, dan ini pun hanya dilkalangan rakyat jelata, ilmu-ilmu Islam berjalan lamban di belakang dan mandek pada tingkat dimana ilmu pengetahuan berada di masa lampau. Akibatnya Ilmu islam menjadi usang dan terkurung dibalik dinding-dinding ajaran lama, terpenjara di dalam buku-buku yang sudah tua. Otak yang aktif dan bertanggung jawab dari komunitas ilmiah dan sosial kita, dan para cendekiawan kita di masa sekarang ini, menjadi terasing dari Islam, setelah menggenggam “ilmu-ilmu baru” dan menerima cara pemikiran barat. Oleh sebab itu, dengan sendirinya Islam masa kini terasing dari ilmu pengetahuan, “hati” terpisah dari “pikiran”;”perasaan” tidak disertai “nalar”; dan persepsi kehilangan jiwa, makna, dan filsafat. Akibatnya Islam, yang dulu pernah menjadi semangat keagamaan dan perasaan makrifat yang hebat dan dinamis; Islam yang telah dilengkapi dengan logika, filsafat, ilmu pengetahuan, kesenian, kesusastraan, misi untuk kehidupan dan tuntunan sosial yang paling mutaakhir; dan Islam, sebagai suatu sarana aktif dan kreatif, telah menanamkan kehidupan dan gerakan pada peradaban dan masyarakat masa kininya, berubah menjadi semangat abstrak dan membantu di dalam bentuk bentuk tradisional dari adat istiadat, tindakan-tindakan, seremoni-seremoni dan ritual-ritual kuno. Ia menjadi timbunan kefanatikan rakyat, kebodohan, dan keterasingan dari masa kini dan dari gerakan sejarah. Segera setelah anak-anak mereka membaca sebaian kecil dari tekt-books dan akrab dengan daya tarik perilaku modernis yang kosong, mereka meninggalkan agama orang tua mereka atau pada akhirnya bergerak menentangnya. Orang tua tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengeluh dan menangis atau yang lebih menyedihkan lagi meninggalkan anak-anak itu dan atas nama kebebasan dan modernitas yang tampak terhormat, menerima perilaku peniruan mereka…
Bagaimana kita dapat membawa pikiran Islam kembali kepada sumbernya? Bagaimana kita dapat membuat “ilmu-ilmu Islam tradisional” menguasai panggung ilmiah lagi? Bagaimana kita dapat membebaskan keyakinan agama dari cetakan-cetakan tradisionalisnya yang sekarang dan memberinya kesadaran diri, cahaya ilmiah, dan logika rasional? Bagaimana kita dapat membangun kembali Islam yang sekarang terbagi ke dalam dua bagian, yang satu mengagung-agungkan warisan dan yang lain memuja sains anakronistik? Bagaimana kita apat mengidupkan kembali dan menegakkan masyarakat yang kepalanya terpisah dari badannya sementara badan itu masih hangat akibat hawa panas dan darah dari agama warisan dan kepalannya penuh dengan bayangan-bayangan dan pemikiran pemikiran asing? Akhirnya, bagaimana kita dapat menggugah semangat pemberi kehidupan kreatif, revolusioner, membawa pencerahan, melahirkan kekuatan, memberi hikmah, dan menciptakan peradaban, yang dulu telah memberikan kepada para pengikutnya kehormatan dan kemerdekaan, kehidupan dan pengetahuan, gerakan dan keyakinan, spiritualitas dan kekayaan, mistikisme dan pedang, pedang dan cinta, dendam dan pengampunan, jihad dan perdamaian, fanatisme dan toleransi, kebebasan dan kepemimpinan, realisme dan idealisme, kebanggan dan kerendahhatian, kepatuhan dan pemberontakan, kemanusiaan dan kesadaran? Bagaimana Islam ini dapat digali dari kedalaman sejarah dan dari tempat-tempat yang terlindung dan terpencil,dan dimasukkan kembali dalam kerangka kosong dari masa sekarang ini, ke dalam kesadaran murni dari generasi yang tak berdaya dan tak bertujuan ini, dan di antara masyarakat-masyarakat Islam gadungan yang telah mati, tapi tetap berdiri, untuk menghidupkan dan membangunkan mereka kembali?
Walaupun sesungguhnya, pertanyaanya adalah apa ini dapat dilakukan? Apapun jawabannya, telah jelas bahwa mengemukakan pertannyaan seperti ini merupakan tanggung jawab yang paling penting, mendesak dan berat, bagi kita masing-masing. Tidak soal siapa kita, dari kelompok mana asal kita, dan kemampuan apa yang kita miliki, karena yang membuat kita bertanggung jawab di sini hanyalah keanggotaan kita di kalangan umat manusia.
sumber: Membangun masa depan islam,
             Islam untuk semua zaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar