Pembicaraan tidak selalu ber arti pemahaman antara dua jiwa Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut.

Minggu, Juli 29, 2012

DIALOG YOHANES DENGAN PARA ULAMA MAZHAB YANG EMPAT III



Para imam tersebut menjawab, "Wahai Yohanes, orang-orang Rafidhi (Syi'ah) menyangka Rasulullah saw telah mewasiatkan kekhilafahan kepada Ali as, dan telah menetapkannya baginya. Sedangkan menurut pandangan kami, Rasulullah saw tidak mewasiatkan kekhilafahan kepada siapa pun."

Yohanes berkata, "Ini kitab Anda, di dalamnya disebutkan, 'Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kaum kerabatnya secara makruf.' (QS. al-Baqarah: 180)

Di dalam Kitab Bukhari Anda disebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Tidaklah seorang Muslim berhak tidur kecuali dia meletakkan wasiatnya di bawah kepalanya.'[295]

Apakah Anda membenarkan Nabi Anda saw memerintahkan sesuatu yang tidak dikerjakannya, padahal Kitab suci Anda mengecam keras orang yang memerintahkan apa yang tidak dilakukannya. Allah SWT berfirman, 'Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?' (QS. al-Baqarah: 44)

DIALOG YOHANES DENGAN PARA ULAMA MAZHAB YANG EMPAT II



Akhthab Kharazmi juga meriwayatkan hadis ini di dalam kitab al-Manaqib —dia juga termasuk dari ulama Anda— dari Muadz bin Jabal yang berkata, "Rasulullah saw telah bersabda, 'Wahai Ali, aku mengunggulimu dengan kenabian, karena tidak ada nabi sepeninggalku; namun kamu mengungguli manusia dengan tujuh hal, yang tidak ada seorang pun dari bangsa Quraisy yang mendebatmu tentang hal itu: kamu adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah di antara mereka, orang yang paling menunaikan perintah Allah dan perjanjian dengan-Nya, orang yang paling rata di dalam pembagian, orang yang paling adil kepada rakyat, orang yang paling tahu tentang permasalahan dan orang yang paling besar keutamaannya di sisi Allah pada hari kiamat."[252]

Penulis kitab Kifayah ath-Thalib, yang merupakan salah seorang dari ulama Anda berkata, "Hadis ini hadis hasan yang tinggi, dan al-Hafidz Abu Na'im meriwayatkannya di dalam kitab Hilyah al-Awliya."[253]

DIALOG YOHANES DENGAN PARA ULAMA MAZHAB YANG EMPAT I

Kita akhiri pasal ini dengan dialog yang terjadi di antara Yohanes dengan ulama mazhab yang empat. Ini merupakan dialog yang paling indah di dalam bab ini. Para pembaca hendaknya merenungi berbagai hujjah yang kokoh dan bijaksana yang terdapat di dalam dialog ini. Saya menukil dialog ini dari kitab Munadzarah fi al-Imamah, karya Abdullah Hasan.

Yohanes berkata, "Ketika saya melihat berbagai perselisihan di kalangan para sahabat besar, yang nama-nama mereka disebut bersama nama Rasulullah di atas mimbar, hati saya menjadi resah dan gelisah, dan hampir saya mendapat musibah dalam agama saya. Maka saya pun bertekad untuk pergi ke Baghdad, yang merupakan kubah Islam, untuk menanyakan berbagai perselisihan yang terjadi di antara para ulama kaum Muslimin yang saya lihat, supaya saya dapat mengetahui kebenaran dan mengikutinya. Ketika saya berkumpul dengan para ulama dari mazhab yang empat saya berkata kepada mereka, 'Saya adalah seorang dzimmi, dan Allah SWT telah menunjukkan saya kepada Islam, maka saya pun memeluk Islam. Sekarang, saya datang kepada Anda untuk mendapatkan ajaran agama, syariat Islam dan hadis dari Anda, supaya bertambah pengetahuan saya di dalam agama saya.'

Zaranggi [Part. IV]



Renungan Terbuka

Terperanjat juga sang tokoh kita ini mendengar kata-kata Zaranggi. Tapi ia belum paham benar apa maksud Zaranggi. Maka, dengan sedikit heran, karena ia memang berusaha menutupinya, ia bertanya:
“Kenapa Nabi tidak boleh menyusunnya?”
“Lho… Anda tadi, di waktu menjelaskan rukun Islam dan rukun Iman, mengatakan bahwa Nabi itu adalah wakil Tuhan, bukankah begitu?”
“Benar” jawab sang tokoh pendek.

Zaranggi [Part. III]



Renungan Terbuka

“Yah… memang demikian” kata sang tokoh tidak dapat menolak kata-kata Zaranggi. Karena ia sadar perbedaan pendapat dalam banyak hal dalam Islam terjadi. Bahkan sampai kepada saling syirik-menyirikkan atau sesat-menyesatkan. “Akan tetapi (sambungnya) asal tidak bertentangan dengan Qur’an, kita dapat mengambilnya. Lagi pula walaupun penentu utama keshalehan adalah batin, akan tetapi hal itu dapat dipantau melalui amal-amal lahirnya. Dan amal-amal lahir itu ibarat sinar matahari. Artinya karena sinar matahari itu menunjukkan adanya matahari itu sendiri, maka amal-amal shaleh itu dapat menunjukkan keimanan seseorang.”

Zaranggi [Part. II]



Renungan Terbuka

“Tapi baiklah, Anda tak perlu menjawabnya. Sekarang, bolehkah saya bertanya masalah lainnya?” Zaranggi mengalihkan pembicaraan karena dia melihat tokoh kita betul-betul kebingungan.
“Si… si… i… silahkan” sang tokoh memaksakan diri untuk mempersilahkan Zaranggi untuk bertanya. Walaupun sebenarnya ia sudah mulai kewalahan menghadapinya.
“Tadi Anda katakan bahwa agama adalah penentu segala-galanya, dan manusia tidak boleh mempersoalkannya. Apakah masuk akal atau tidak? Pertanyaan saya, kepada siapa, atau apa, Anda merujuk kebenaran agama (tolok ukur kebenaran agama)?” Zaranggi mulai membuka masalah baru.
“Kami merujuk kepada al-Qur’an dan al-Hadits” jawab sang tokoh sambil berusaha membaca pikiran Zaranggi.

Zaranggi [Part. I]


Renungan Terbuka

Cerita ini terjadi pada beberapa abad yang lalu. Bermula dari pertemuan seorang ulama muslim dengan seorang kafir, yang kemudian berkelanjutan dengan dialog yang perlu kita renungkan. Sebagaimana yang kita ketahui dalam sejarah Islam, terdapat beberapa aliran pada waktu itu, dan bahkan sekarang. Salah satu dari perbedaan itu adalah bagaimana cara seorang muslim sejati menilai suatu “Kebaikan” dan “Keburukan”. Perbedaan itu sebenarnya menyangkut masalah fundamental keIslaman. Kubu Imam Ali as. dan Khawarij merupakan sumber utama perbedaan itu. Dan dari kedua kubu itulah kemudian menyusup masuk kedalam golongan-golongan lain, yang walaupun tidak memakai nama golongan keduanya. Pengikut Ahlulbait dan Khawarij.